Lulus Seskoad bukanlah sebuah jaminan bahwa seorang perwira akan jadi seorang jenderal berbintang. Tetapi harus diakui bahwa bisa menjadi perwira siswa (Pasis) pendidikan reguler Sekolah Staf dan Komando TNI AD (Dikreg Seskoad) merupakan dambaan setiap Perwira TNI AD. Karena pendidikan Seskoad merupakan Jenjang karier kritis yang harus dilalui untuk pengembangan karier selanjutnya. Tanpa melalui pendidikan Seskoad, peluang perwira untuk mengembangkan karier di TNI AD khususnya maupun TNI umumnya menjadi sangat terbatas.
Dalam rangka peningkatan SDM, idealnya TNI AD memberikan kesempatan bagi setiap perwira yang telah memenuhi syarat (administrasi) untuk mengikuti pendidikan Seskoad. Namun terbatasnya alokasi  pendidikan membuat  tidak semua perwira yang telah memenuhi syarat administrasi dapat mengikuti pendidikan ini. Karena itulah maka harus dilakukan lewat seleksi. Hanya perwira yang berhasil melalui seleksi yang dapat mengikuti pendidikan. Terbatasnya alokasi  serta  demikian pentingnya  pendidikan ini membuat persaingan dalam mengikuti seleksi ini menjadi sangat bergengsi. Â
Bisa dipastikan setiap perwira akan berusaha maksimal dan ALL OUT untuk mempersiapkan  diri untuk menghadapi seleksi Seskoad ini. Karena itu setiap informasi akan menjadi sangat penting dan berharga. Ketatnya persaingan dalam seleksi Seskoad membuat orang berpikir dengan berbagai cara, termasuk dengan memanfaatkan KKN dan Uang. Berbagai pendapat miring terkait seleksi Seskoad ini sering juga mengemuka khususnya dikalangan mereka yang selalu gagal dalam seleksi. Karena menurut beberapa pendapat, khususnya mereka yang sedang kesal,  bahwa Seleksi Seskoad bisa diatur dengan uang. Tetapi apakah itu masuk akal atau apakah hal seperti itu bisa diterima akal sehat? Terpulang pada penilaian anda.
Mengikuti tes Seskoad bagi penulis sungguh sebuah kisah tersendiri dan menarik. Bagaimana tidak. Penulis masih ingat betul, pada bulan Agustus sampai 28 November 1994 Tim penulis (Tim Pemetaan Topografi-AD yang di dalamnya penulis terlibat) masih melakukan "OPERASI PEMETAAN" di Merauke-Mindip Tanah-Tanah Merah dengan jadwal ketat.
Kami waktu itu dibekali dua Helikopter Hawlet sebagai sarana mobiliasi di lapangan (kerja sama dengan Puspenerbad). Saya masih ingat pada bulan Oktober  Danyon (satuan penugasan) yang anggotanya jadi pengawal kami di lapangan berangkat ke Jayapura ikut PERSIAPAN MENGIKUTI SELEKSI SESKOAD. Meski sederhana kami ikut merayakan dan mendoakan keberangkatan Danyon ke Jayapura untuk seterusnya mempersiapkan diri ikut TES SESKOAD. Padahal kita sendiri sebenarnya akan ikut tes pada tahun dan waktu yang sama, tetapi karena dinamika tugas maka tidak bisa lain kita tetap bertugas di lapangan hingga waktu tes tiba.
Dalam Tim Pemetaan Topografi sendiri ada tiga calon casis yang bakal ikut tes Seskoad. Tetapi kami tidak mendapatkan fasilitas mengikuti persiapan tes tersebut, karena memang merupakan Tim Inti pemetaan. Pendek ceritra, tim baru sampai di Jakarta pada tanggal 30 November, dan hari itu juga baru mendapat kepastian dapat mengikuti seleksi.
Tes Seskoad akan diadakan pada tanggal 6 Desember 1994 di Rindam Kodam Jaya. Boleh dikatakan kalau secara logika dan akal sehat, waktu yang tersedia sungguh tidak memberi angin. Tapi itu tadi pertolongan Yang Maha Kuasa itu datang. Penulis dan dua sahabat diajak oleh kawan dari Satuan Topografi sendiri untuk berkenan tinggal dan belajar bersama di rumahnya di Pondok Kopi Jakarta. Karena teman itu sendiri ikut seleksi. Â Fasilitas rumahnya menurut saya lebih dari hotel bintang empat, satu pembantu dia sediakan khusus melayani keperluan belajar. Pakaian tinggal pakai, makan tinggal suap dan kopi tinggal tuang. Apalagi pada saat itu sahabat itu baru saja membeli mobil sedan baru. Luar biasa.
Rumah dinas penulis sendiri sebenarnya di Bandung, karena waktu yang terbatas, maka praktis penulis tidak bisa menemui keluarga tetapi sebaliknya fokus menghadapi tes. Saya bersyukur, bahwa teman-teman saya itu ternyata punya koleksi contoh soal dari beberapa tahun sebelumnya. Maklum salah satu senior kami itu sudah mengikuti tes Seskoad empat kali dan beliau abituren Akmil tapi belum berhasil.
Penulis salut sekali pada senior tersebut, semangatnya untuk tes tidak pernah kendur. Yang menjadi kami kian solid adalah karena semua soal bisa kami jawab dengan baik. Persoalannya dalam hal aplikasi harus penulis akui teman-teman saya itu masih belum sepenuhnya siap, teori taktiknya masih ngambang. Sepertinya mereka belum paham tentang Serangan, begitu juga dengan Pertahanan, dengan Operasi Grilya, operasi lawan grillya serta berbgai Taktik yang melekat padanya seperti Pendel, Kirpat Dll. Kalau di awal tulisan ini, penulis sebut bahwa sebaiknya kita harus menguasai teori taktik sejak dari Danru hingga Dan Brigif, maka dalam keadaan seperti ini hal itu terasa benar bedanya. Tidak ada soal yang tidak bisa terjawab.
Hari pelaksanaan tes itupun datang juga, pagi itu kami berangkat ke Rindam Jaya dengan memakai mobil sedan baru, sahabat kami itu sendiri yang jadi sopirnya. Penulis saat itu benar-benar bersyukur, kalau tidak ada bantuan fasilitas se[erti itu, mana mungkin penulis bisa menghadapi ujian sebaik itu. Karena saya bandingkan dengan teman-teman lainnya, mereka tinggal di Mes Topografi Jakarta yang nyamuknya banyak, sudah gigitannya sakit nyamuknya juga besar-besar. Tidak ada AC, dan makannya beli sendiri, sementara panasnya Jakarta tiada ampun. Begitu juga saat mengikuti tes mereka paling paling hanya diantar mobil kantor yang kondisinya juga tidak kalah menyedihkan. Mobilnya sudah tua dan tidak punya AC lagi. Sungguh bedanya sangat kontras. Tapi itu nyata.Â
Setiap kami pulang dari tes saya menahan diri untuk tidak memperlihatkan kegembiraan bathin saya. Sebab apa? Karena saya merasakan apa yang ditanyakan itu saya bisa jawab dengan baik. Para sahabat saya itu juga sangat gembira dan bercerita bahwa 60 persen di tangan. Kalau mereka menanyakan pada penulis, maka saya selalu sampaikan ya kira-kira begitulah.