Oleh harmen Batubara
Di era pemerintahan SBY sebetulnya semangat dan rencana untuk menjadikan Perbatasan sebagai Halaman Depan Bangsa sudah sangat kencang. Hal itu ditandai dengan dibuatnya UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang didalamnya ada terkandung untuk membentuk BNPP., yang waktu itu diidentifikasi sebagai suatu Badan " super body" yang akan mengentaskan pembangunan Perbatasan.Â
Juga sudah ada konsep pembangunan infrastruktur MP3EI yang terdiri dari 6 koridor. Masalahnya dan ternyata MP3EI dengan enam koridor tersebut, pembangunan infrastruktur perbatasan tidak ditemukan di dalamnya, maka praktis perbatasan tetap terisolasi. Akibatnya meski BNPP lahir dan berkembang tetapi dihadapkan dengan kondisi perbatasan yang masih terisolasi, maka praktis BNPP hanya seperti macan diatas kertas. Hanya bisa membuat kebijakan, membuat grand design pembangunan perbatasan tetapi tidak bisa di implementasikan.
Sebagai pencinta wilayah perbatasan, saya melihat dan merasakan bagaimana Strategi Nawacita Jokowi telah dan akan membawa perubahan besar terhadap pembangunan di Wilayah Perbatasan. Minimal ada beberapa hal yang menurut saya sangat phenomenal.Â
Pertama, Jokowi telah bertekat dan sudah mulau membangun Jalan Paralel Perbatasan. Suatu hal yang tidak terbayangkan sebelumnya. Kedua, Jokowi kemudian membangun kembali 9 PLBN di perbatasan, 7 diantaranya sudah selesai. PLBN itu kini terlihat megah dan membanggakan warga bila melihatnya. Ada perasaan bahwa pimpinan Negeri ini patut dihormati. Ketiga, pemerintahan Jokowi-Jk menggelontorkan Dana ke Perdesaan atau Dana Transfer Desa, suatu konsep yang belum pernah ada di Dunia dan hasilnya sudah mulai dirasakan di pedesaan.Â
Keempat, Pemerintah Jokowi-Jk juga kini tengah menyelenggarakan peremajaan kebun rakyat, dan sudah dimulai lewat program peremajaan kebun sawit rakyat; nantinya akan bergeser ke kebun karet rakyat, kebun sahang rakyat dst.dst. Kelima, pemerintah Jokowi-Jk tengah menghidupkan dan mengkampanyekan pembukaan KEK, kawasan Ekonomi Khusus, meski sampai saat ini Pemda Perbatasan belum bisa memanfaatkannya. Dengan ke lima paket ini, dipercaya apa yang jadi kebutuhan Perbatasan untuk jadi Halaman Depan Bangsa sudah lebih dari Cukup, kini bagaimana Pemda Perbatasanlah yang diharapkan untuk menuntaskannya.
Masih Ingat Tol Laut Jokowi?
Kalau ingat Jalur Tol Laut Jokowi, maka saya pasti ingat OBOR nya Tiongkok atau "One Belt One Road" Â yang dalam realitanya adalah jalur kereta api "China Railway Express" atau BRI, yang melewati 60 negara mitra. Dimulai dari kota Yiwu Tiongkok melewati Eurasia dengan total panjang 13.052 km, dan memerlukan sekitar 18 hari untuk mencapai titik barat ke Kota Madrid, Spanyol. Tiongkok menginisiasi dan memimpin BRI dengan program investasi 1,3 trilyun USD untuk menciptakan jaringan infrastruktur termasuk jalan, kereta api, telekomunikasi, jaringan pipa energi, dan pelabuhan di sepanjang BRI tersebut.
Program ini akan meningkatkan interkonektivitas ekonomi dan memfasilitasi pembangunan di Eurasia, Afrika Timur, dan lebih dari 60 negara mitra lewat Enam koridor Ekonomi: Tiongkok-Mongolia-Rusia, New Eurasia Land Bridge serta Tiongkok-Asia Tengah-Asia Barat, Tiongkok-Semenanjung Indochina, Tiongkok-Pakistan, Banglades-Tiongkok-India-Myanmar. Konektivitas SREB akan terhubungkan jaringan pipa hydrokarabon, rel kereta api kecepatan tinggi.
Secara harafiah memang yang disebut Tol Laut  merupakan konsep pengangkutan logistik kelautan yang dicetuskan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Program ini bertujuan untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di nusantara. Dengan adanya hubungan antara pelabuhan-pelabuhan laut ini, maka dapat diciptakan kelancaran distribusi barang hingga ke pelosok.Â
Dalam penglihatan saya, ada persamaan konsep antara OBOR Tiongkok dan Tol Laut Jokowi. Hanya saja klasnya memang berbeda, kalau OBOR melintasi 60 negara internasional maka Tol Laut, melintasi 34 Provinsi Nusantara Tapi hakekatnya sama membenahi interkonektivitas guna meningkatkan peluang bisnis.Â