Mohon tunggu...
Harlinton Simanjuntak
Harlinton Simanjuntak Mohon Tunggu... Disciple

Gunung itu tempat terindah merefleksikan keagungan Sang Pencipta. Ayo daki gunung....

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Pemuda sebagai Peletak Tonggak Sejarah

13 Maret 2025   07:52 Diperbarui: 13 Maret 2025   07:52 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Tanggal 8 Maret 2025, saya dan rekan-rekan memutuskan untuk melakukan "tapak tilas" dari kampus ke Museum Sumpah Pemuda di Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat. Awalnya, ini hanya sekadar tugas kuliah Kewarganegaraan, dan saya tidak terlalu berharap banyak. Tapi, siapa sangka, kunjungan ini justru membuka mata saya tentang betapa pentingnya peran pemuda dalam sejarah bangsa. Saya mempersiapkan diri dengan berdoa dan memakai peci, sebagai bentuk penghormatan dan penyerahan diri kepada Tuhan, sekaligus simbol nasionalisme yang saya banggakan.

Tapak tilas ini berlangsung sekitar tiga jam, pergi dan pulang. Tiket masuknya cuma 5.000 rupiah, sangat terjangkau. Bangunannya masih mempertahankan nuansa lama meski sudah dipugar, dan itu membuat saya merasa seperti melangkah ke masa lalu. Memang, koleksi yang dipamerkan tidak banyak, tapi museum ini menyimpan catatan sejarah yang valid tentang bagaimana pemuda menjadi peletak tonggak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Ada beberapa hal menarik yang menjadi catatan pribadi bagi saya:

  • Relasi Etnisitas: Sepenggal kalimat ini sangat menyentuh hati: "Museum Sumpah Pemuda sangat berharga bagi kami, tetapi jauh lebih berharga untuk NKRI. Maka dari itu, kami menghibahkannya untuk negara Indonesia --- Keluarga Sie Kong Lian." Di sini, saya belajar arti nasionalisme yang sesungguhnya. Bangunan museum ini ternyata dulunya milik keluarga Tionghoa, Sie Kong Lian. Padahal, zaman kolonial dulu, etnis Tionghoa sering dihadapkan pada diskriminasi. Mereka sering dijadikan kambing hitam oleh Kolonial Belanda karena berperan sebagai perantara antara kaum penguasa dan kaum pribumi, sehingga tidak disenangi oleh kedua belah pihak. Tapi, keluarga ini justru menghibahkan bangunan ini untuk Indonesia. Ini bukti bahwa nasionalisme tidak mengenal batas etnis. Kalau melihat berbagai fenomena saat ini, masih ada penilaian negatif terhadap etnis Tionghoa. Padahal, sejarah sudah membuktikan bahwa seluruh elemen suku bangsa bisa saling membangun. Museum Sumpah Pemuda menjadi saksi bisu lahirnya konsep kebangsaan dalam ikrar Sumpah Pemuda yang dirumuskan oleh para pemuda Indonesia pada Kongres Pemuda II.
  • Lagu Indonesia Raya sebagai Lagu Kebangsaan: Hal lain yang menarik perhatian saya adalah lagu Indonesia Raya, ciptaan W.R. Supratman. Selain pertama kali diperdengarkan di Kongres Pemuda II, ternyata ada lima jenis aransemen lagu Indonesia Raya. Setiap versi memiliki spirit yang sama, meski berbeda dalam bunyi, birama, dan harmoninya. Yang membuat saya bangga adalah keterlibatan salah satu keturunan leluhur kami, Marga Simanjuntak, dalam kepanitiaan lagu Indonesia Raya. Ini adalah kebanggaan tersendiri bagi saya, karena marga Simanjuntak turut hadir dalam sejarah bangsa ini. Hingga kini, banyak keturunan Simanjuntak yang masih berperan aktif dalam perjalanan bangsa. Hal ini memotivasi saya untuk berkontribusi dalam sejarah Indonesia saat ini dengan menulis, karena itulah potensi yang saya miliki saat ini.
  • Reka Ulang Kongres Pemuda II: Hal menarik lainnya adalah rekaman reka ulang pelaksanaan Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928. Dalam pertunjukan itu, terlihat bagaimana rapat berlangsung dengan semangat kemerdekaan yang tinggi, meski mendapat intervensi dari polisi Belanda. Ketua presidium sidang menunjukkan kebijaksanaan yang luar biasa. Meski tidak membahas isu kemerdekaan secara langsung karena komitmen dengan pihak keamanan, hasil kongres justru menyiratkan semangat kemerdekaan melalui konsep kebangsaan dalam rumusan Sumpah Pemuda. Peristiwa ini membangkitkan rasa prihatin saya, karena hingga saat ini masih terjadi pembungkaman oleh kepolisian atau penguasa terhadap gerakan masyarakat sipil yang diinisiasi oleh pemuda. Memang, alat kelengkapan negara harus hadir untuk memastikan keamanan dan kedaulatan bangsa, namun bukan berarti segala bentuk kritik politik yang dibangun atas dasar realitas harus dibungkam hanya karena kekuasaan merasa terusik oleh kritik tersebut.

Evaluasi untuk Museum Sumpah Pemuda

Selain catatan pribadi, saya juga punya beberapa masukan untuk pengelolaan Museum Sumpah Pemuda:

  • Pengelolaan Fasilitas: Suasana ruangan yang pengap dan panas bisa membuat pengunjung tidak nyaman. Sebaiknya AC dinyalakan dan diatur agar tetap hemat energi.
  • Revitalisasi Museum: Museum ini perlu lebih banyak dipromosikan agar tetap relevan bagi pemuda masa kini. Menambah koleksi diorama tentang peran pemuda di era modern juga bisa menjadi nilai tambah.
  • Reorientasi Museum: Museum Sumpah Pemuda seharusnya tidak hanya menjadi tempat mengenang sejarah, tapi juga menjadi wadah bagi pemuda Indonesia masa kini untuk menciptakan sejarah baru.

Pemuda sebagai Peletak Tonggak Sejarah

Melalui kunjungan ini, saya semakin yakin bahwa pemuda adalah peletak tonggak sejarah. Sayangnya, peran pemuda sering diabaikan di masa kini. Suara pemuda kerap dianggap angin lalu oleh elit politik dan masyarakat. Contoh kecilnya, ketika mahasiswa melakukan unjuk rasa, kampus sering melakukan intervensi, represi dari kepolisian, dan ketidakpedulian pemerintah terhadap suara-suara rakyat yang diwakilkan oleh gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil. Media pun lebih fokus pada gangguan yang ditimbulkan daripada pesan yang disampaikan. Ini fenomena yang memprihatinkan. Kita harus hapus pemikiran yang demikian.

Pemuda Indonesia harus bangkit dari tidur panjangnya. Sudah saatnya kita membentuk gerakan-gerakan nasional yang progresif dan mengakar kuat. Diskusi-diskusi pemuda harus menghasilkan konsep kebangsaan yang segar dan relevan dengan zaman. Pemuda harus melek literasi, memiliki semangat membaca dan menulis, serta berani bermimpi besar. Literasi menjadi alat perjuangan bagi pemuda untuk menjadi pemain dalam panggung politik. Pemuda tidak boleh hanya menjadi boneka yang tidak berdaya, tetapi harus terlibat aktif dalam pembangunan bangsa dan negara ini. Pakai waktu ini untuk menulis, menulis, dan menulis. Pemuda menulis, Indonesia maju.

Kita tidak boleh membiarkan sejarah direbut oleh elit-elit korup. Tidak boleh ada anak muda yang terpuruk karena akses pendidikan yang sulit, kemiskinan, atau kurangnya lapangan kerja. Semua pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat, harus turun tangan mengatasi masalah ini. Pemuda adalah masa depan bangsa, dan kita semua punya tanggung jawab untuk memastikan mereka bisa berkontribusi maksimal bagi Indonesia yang kita cintai. Berikan kemudahan mengakses dunia pendidikan bagi anak-anak bangsa, karena melaluinya akan dilahirkan generasi-generasi penerus yang menjadi penentu sejarah bangsa dan negara ini.

Visi Indonesia Emas 2045 harus menjadi visi bersama antara pemerintah dengan gerakan-gerakan pemuda dari berbagai sektor. Spirit ini harus terus-menerus menggema di dalam sanubari setiap insan pemuda Indonesia. Solidaritas dan sinergitas pemuda Indonesia dari berbagai golongan harus terbentuk dan terikat kuat. Sehingga bangsa ini tidak akan kekurangan kader-kader pemimpin yang akan terus melanjutkan pembangunan bangsa dan negara ini. Kesadaran ini mesti dibangun di atas pondasi komitmen kebangsaan yang solid dan kokoh, sehingga segala bentuk praktik korupsi dapat diantisipasi. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan kepemudaan harus bergotong royong untuk memperkuat dan memperkokoh komitmen kebangsaan ini demi terwujudnya visi Indonesia Emas 2045.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun