Orang Farisi dan ahli Taurat vs Pemungut cukai dan orang non-Yahudi
Orang Farisi dan ahli Taurat adalah kelompok masyarakat terbesar di dalam Yudaisme. Mereka dianggap sebagai kelompok masyarakat yang paling religius dan paling taat melakukan hukum Taurat. Orang Farisi adalah golongan masyarakat yang memisahkan diri dari kelompok Yahudi yang tidak murni dan kelompok non-Yahudi. Namun, pemungut cukai dianggap sebagai kelompok masyarakat yang sama dengan orang berdosa dan orang-orang berdosa di dalam konteks ini adalah orang-orang non-Yahudi.
Orang Farisi dan ahli Taurat jengkel terhadap tindakan Yesus yang menyambut para pemungut cukai dan orang-orang non-Yahudi karena mereka menganggap bahwa para pemungut cukai dan orang-orang non-Yahudi tidak mempunyai harapan pengampunan pada saat bertobat. Mereka lupa bahwa sejak Abraham dipanggil ALLAH, Tuhan juga menyediakan berkat keselamatan bagi orang asing dari tengah-tengah keluarga Abraham (Kej. 12:5). Bahkan ketika TUHAN membawa orang Israel keluar dari perbudakan Mesir, orang-orang asingpun turut dengan mereka (Kel. 12:37-38). Para nabi juga sudah memberitakan pertobatan kepada bangsa-bangsa lain, contohnya ketika Daniel memberitakannya kepada Nebukadnezar.
Tindakan Yesus duduk makan bersama dengan para pemungut cukai dan orang non-Yahudi menegaskan misi-Nya datang ke dunia yaitu untuk menyelamatkan orang berdosa (Luk. 19:10). Kisah kejatuhan manusia ke dalam dosa adalah gambaran Allah mencari manusia berdosa (lih. Kej. 3:9-13). Hal yang sama dilakukan oleh Yesus, Dia mencari yang terhilang, yang tersesat, yaitu menyatakan datangnya Kerajaan Allah. Lukas menyatakan dengan empati suatu fakta bahwa kedatangan Kerajaan Allah artinya Allah hadir ke dunia melalui Yesus untuk menyelamatkan manusia (Luk. 19:10).
Perempuan dan dirham yang hilang
Perempuan digambarkan sebagai orang yang kehilangan dirham. Perempuan dapat menggambarkan Kristus sebagai keturunan perempuan (Kej. 3:15), juga dapat menggambarkan perempuan sebagai gereja atau orang percaya yaitu mempelai perempuan dari Kristus. Dirham merujuk koin perak Yunani, nilainya setara dengan dinar Romawi, setara dengan harga seekor domba atau setara upah buruh untuk sehari. Dirham di sini menggambarkan jiwa manusia karena pada koin tersebut terdapat gambar dan tulisan raja.
Relasi antara perempuan dan dirham menggambarkan relasi antara Allah di dalam Yesus Kristus dan umat-Nya serta gambaran relasi antara orang percaya dengan sesama manusia. Gambaran ini mengingatkan kita bagaimana Allah telah menciptakan umat-Nya menurut gambar-Nya sebagai imago dei namun akibat dosa, mereka terpisah dari Allah. Tetapi, kita melihat kasih Allah yang besar rela mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal (Yoh. 3:16) dan Sang Firman itu berinkarnasi dan ber-kenosis di tengah-tengah umat-Nya (Flp. 2:7) untuk mencari dan menyelamatkan umat-Nya yang terhilang (Luk. 19:10).
Sebagaimana Allah menyatakan kasih-Nya dengan mencari yang terhilang demikianlah Allah menghendaki agar orang percaya yaitu umat-Nya mengasihi mereka yang terhilang dengan memberitakan kabar keselamatan di dalam Yesus Kristus.
Keadaan yang digambarkan
Tempat hilangnya dirham digambarkan terjadi di dalam rumah. Hal ini mungkin saja menggambarkan bahwa jiwa yang berharga di mata Allah dapat hilang dari dalam rumah atau gereja, sebagai "rumah Allah" yang kelihatan.
Perempuan yang kehilangan satu dirham tersebut mencari hingga dia mendapatkannya. Dia mengupayakan semaksimal mungkin. Dia menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat. Matthew Henry mengatakan bahwa hal ini menggambarkan bahwa Allah menggunakan berbagai perlengkapan dan upaya agar Dia dapat membawa jiwa yang terhilang balik kepada-Nya. Menyalakan pelita berarti memberitakan terang Injil, menyapu rumah berarti menyatakan kebenaran melalui firman-Nya, mencari dengan cermat berarti hati-Nya selalu menginginkan jiwa yang terhilang dapat berbalik pada-Nya.