Artikel yang ditulis oleh Heru Prakosa membahas refleksi pribadinya tentang tafsiran teologis dan biblika Yohanes Calvin. Refleksinya terbagi atas lima struktur pembahasan, yaitu biografi Calvin, pandangannya tentang Kitab Suci, metode penafsirannya, signifikansi dan kritik terhadap metode tersebut, serta kesimpulan. Berikut ini sorotan penting dari artikel tersebut: Pertama, pasca pertobatannya, Calvin tiba pada satu titik balik bahwa tidak ada kehebatan manusia yang telah jatuh dalam dosa. Kedua, Calvin menegaskan bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang diilhami oleh Roh Kudus, sehingga otoritas tertinggi terletak pada Alkitab, bukan pada gereja atau manusia. Meskipun demikian, bagi Calvin, setiap orang memiliki hak untuk menafsirkan Alkitab, namun ia juga mengakui keterbatasan manusia dalam menafsirkannya. Calvin mengajarkan bahwa dalam menafsirkan Alkitab, kita harus selalu berpijak pada Allah sebagai standar kebenaran tertinggi. Alkitab sendiri, menurutnya, adalah kunci untuk memahami dirinya sendiri. Prinsip "Alkitab menafsirkan Alkitab" menjadi dasar metode penafsirannya.
"Calvin was liberal in his determination to understand the Biblical writers historically. He was orthodox in his belief that the Bible was dictated by the Spirit. He was neo-orthodox in making Christ who came to save sinners central to the whole Bible." Apresiasi yang diberikan Prof. Haroutunian tersebut telah menggetarkan hati dan pikiran saya. Apresiasi ini sepadan dengan isi artikel yang telah diuraikan oleh Prakosa dari pembahasan pertama hingga keempat. Calvin was liberal in his determination to understand the Biblical writers historically menegaskan bahwa Calvin memiliki kebebasan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang makna asli teks Alkitab melalui pemahaman konteks sejarah, budaya, dan bahasa para penulis (manusia) Alkitab. He was orthodox in his belief that the Bible was dictated by the Spirit menegaskan bahwa Calvin meyakini bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang diilhami oleh Roh Kudus sebagai hasil dari inspirasi ilahi.Â
He was neo-orthodox in making Christ who came to save sinners central to the whole Bible menegaskan bahwa Calvin melihat Yesus Kristus sebagai pusat Alkitab. Ia percaya bahwa seluruh Alkitab menunjuk pada Kristus dan karya penyelamatan-Nya. Sebagaimana yang juga saya percaya bahwa Alkitab adalah Kisah Allah dalam Kristus Yesus untuk menyelamatkan manusia berdosa agar menjadi umat Allah yang hidupnya menyembah Allah yang hidup dan kudus.
Referensi:
Heru Prakosa. "John Calvin's Theological and Biblical Hermeneutics." Orientasi Baru 19 no. 2 (2010): 125-138.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H