Disclaimer: Refleksi ini diambil dari bacaan artikel yang ditulis oleh Fransiskus Guna
Artikel yang ditulis oleh Fransiskus Guna membahas gagasan Lonergan tentang teologi transendental sebagai sebuah metode dalam berteologi.Â
Gagasan metode Lonergan dalam berteologi yaitu pertama, gagasan tentang teologi bahwa teologi itu harus kontekstual dan relevan; kedua, gagasan tentang metode yaitu pola normatif yang menghasilkan hasil yang kumulatif dan progresif dihubungkan dengan komitmen pribadi, dengan penemuan pribadi; ketiga, karakter transendental dari metode dengan mempelajari kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap tindakan pengetahuan manusia melalui mengalami, memahami, menilai, dan memutuskan;Â
keempat, landasan metode dalam struktur kognitif yaitu analisis intensional yang mengandaikan kesadaran yang memiliki empat tingkatan kesadaran yaitu tingkat empiris, tingkat intelektual, tingkat rasional, dan tingkat bertanggung jawab; kelima, kesalahan dan proses pembelajaran yang mengoreksi diri sendiri yaitu berkaitan dengan akal sehat sebagai cara biasa dan spontan dari aktivitas dan perkembangan intelektual.Â
Baginya, akal sehat merupakan spesialisasi kecerdasan dalam hal yang khusus dan konkret.
"Lonergans notion of theology is to be in communication with context. Theology is conceived as having task of communicating to a culture to which a religion addresses itself an understanding and appre-ciation of a religion and its role. In other words, theology should be required and be able to be developed into a form that is relevant to the culture to which it is addressed."Â
Saya sependapat dengan gagasan Lonergan bahwa teologi harus relevan dengan konteks budaya manusia. Teologi berkaitan dengan agama, yaitu keyakinan akan sesuatu yang transenden dan supranatural.Â
Bagi masyarakat yang telah memiliki kebudayaan tersendiri, memahami yang supranatural dan transenden dari perspektif teologis tentu tidak mudah, terutama jika teologi disampaikan secara dogmatis atau doktrinal dengan cara yang kaku. Karena dalam kebudayaan terdapat keyakinan akan sesuatu yang transenden dan supranatural.Â
Oleh karena itu, teologi harus kontekstual agar selalu relevan. Teologi kontekstual bukan hanya berbicara kepada budaya, tetapi juga memahami dan mengapresiasi nilai-nilai budaya tersebut, yang pada akhirnya dapat mengarahkan pada koreksi terhadap kebenaran budaya itu sendiri. Dengan demikian, teologi dapat hadir secara lebih efektif dan bermakna.Â
Relevansi teologi dalam konteks budaya memungkinkan agama hadir secara praktis dalam kehidupan sehari-hari, memberikan solusi spiritual dan etis yang sesuai dengan tantangan yang dihadapi masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H