Refleksi Markus 15:16-20a
Â
Budaya Batak mengenal istilah "Anak Ni Raja" sebagai cerminan kedudukan dan tanggung jawab seorang keturunan bangsawan. Identitas ini mendorong orang Batak untuk menjaga kehormatan marga dan nilai-nilai luhur Batak dalam masyarakat. Namun, tantangan dan penghinaan terkadang datang untuk menguji integritas dan karakter mereka. Penghinaan itu dapat berupa penghinaan terhadap tradisi dan adat-istiadat orang Batak yang dianggap tidak relevan dan kuno dalam konteks kehidupan kontemporer. Atau penghinaan terhadap identitas marga karena sejarah masa lalu, atau orang Batak yang tidak tahu bahasa Batak bahkan adat istiadat Batak dianggap sebagai "Batak Dalle" yang berkonotasi pelecehan terhadap harga dirinya sebagai keturunan Batak. Hal ini mirip dengan apa yang dialami Yesus dalam Markus 15:16-20a, Dia dihina dan diejek sebagai "Raja orang Yahudi."
Yesus adalah Raja atas alam semesta (Why. 11:15), akan tetapi Dia mengalami penghinaan, diejek dan menderita, itu dilakukan-Nya karena kasih-Nya bagi dunia (Yoh. 3:16). Ketika Yesus  di hadapan Pilatus, Pilatus bertanya kepada-Nya, "Engkaukah raja orang Yahudi?" Yesus menjawab "Engkau sendiri mengatakannya." Setelah melalui gelar perkara di hadapan Pilatus, Yesus diserahkan kepada serdadu-serdadu untuk disalibkan karena Pilatus ingin memuaskan hati orang banyak (ay.15). Sebelum disalibkan, para serdadu itu membawa Yesus ke halaman istana untuk menghina Yesus sebagai Raja orang Yahudi, dengan mengenakan jubah ungu dan memberikan mahkota duri kepada-Nya (ay.17), memberi tongkat buluh pada-Nya (bdk. Mat. 27:29), memberi salam hormat pada-Nya (ay.18), memukul kepala-Nya dengan buluh, meludahi-Nya, dan menyembah-Nya (ay.19). Seluruhnya yang dialami Yesus dari perbuatan para serdadu tersebut merupakan bentuk penghinaan atau olok-olok yang dilakukan para serdadu kepada Yesus dalam konteks Dia diasosiasikan sebagai "Raja orang Yahudi". Setelah berbagai rentetan penghinaan dan penderitaan yang dialami-Nya, mereka melepaskan jubah ungu itu dan mengenakan pakaian-Nya kembali.
Dalam konteks ini kita melihat bagaimana Yesus menunjukkan kasih-Nya, Ia rela berkorban, menanggung segala penghinaan. Yesus menunjukkan bahwa pengorbanan sejati terletak pada kemampuan untuk mengasihi bahkan dalam situasi yang paling sulit. Setiap kita mungkin sering menghadapi berbagai penghinaan atau caci maki yang merendahkan martabat kita sebagai manusia baik dalam hal budaya maupun status sosial kita. Bagaimana kita menghadapi situasi demikian? Apakah kita akan membalasnya dengan mencaci balik bahkan dengan kemarahan dan kejahatan atau justru memilih untuk tetap menunjukkan kasih? Yesus mengajarkan kita untuk tetap mengasihi meskipun harus menanggung penderitaan.
Bagaimana kita dapat menerapkan kasih yang berkorban itu dalam kehidupan sehari-hari khususnya ketika kita menghadapi penghinaan yang merendahkan status dan identitas diri kita? Bagaimana kita dapat menunjukkan kasih kepada orang yang menghina kita? Dari teladan kasih Yesus bagi kita orang berdosa, kita diingatkan dan diajak untuk mengasihi tanpa syarat, menjadi terang dan garam bagi dunia yang penuh dengan kebencian dan penghinaan, kerelaan hati untuk berkorban demi mengasihi setiap orang yang menghina kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H