Mohon tunggu...
Harlinton Simanjuntak
Harlinton Simanjuntak Mohon Tunggu... Administrasi - Disciple

Gunung itu tempat terindah merefleksikan keagungan Sang Pencipta. Ayo daki gunung....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Refleksi Artikel Sejarah Pemikiran Faith and Reason dalam Tradisi Reformed, dari Masa Abad Pertengahan hingga Masa Ortodoksi

9 September 2024   09:06 Diperbarui: 9 September 2024   09:26 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Artikel "Sejarah Pemikiran faith and reason dalam Tradisi Reformed: dari Masa Abad Pertengahan hingga Masa Ortodoksi" bertujuan untuk membuktikan bahwa hasil penelitian "Barthian Tradition" yang menyimpulkan bahwa terdapat diskontinuitas di dalam tradisi pemikiran reformed adalah keliru. 

Artikel ini membuktikan bahwa terdapat kontinuitas di dalam tradisi pemikiran reformed khususnya pemikiran tentang relasi antara faith and reason dari para teolog reformed dari abad pertengahan sampai masa ortodoksi. 

Saya tertarik dengan pemikiran Bonaventura yang mengatakan bahwa relasi faith and reason bagaikan "teman seperjalanan" yang bersama-sama membawa jiwa manusia untuk berjalan semakin dekat dengan Allah. 

Sebagai teman seperjalanan, faith menjadi penuntun atas reason sehingga terhadap sesuatu yang di luar nalar sekalipun reason harus percaya. Sehingga dalam anugerah Allah, perjalanan faith and reason, akan selalu membawa manusia kepada kesempurnaan di dalam Allah.

Pemikiran Bonaventura yang menganalogikan relasi faith and reason seperti "teman seperjalanan" sangat menarik. Mengapa hal itu sangat menarik? Analogi tersebut menunjukkan adanya kolaborasi dan sinergitas yang seimbang dan saling berkoordinasi di antara keduanya. 

Faith menunjukkan arah dan tujuan yang benar, sementara reason menjelaskan, menjelajahi, dan mengimplementasikan bahwa arah dan tujuan tersebut rasional dan koheren. Penekanan khusus diberikan kepada faith sebagai "leader" yang menuntun reason untuk tetap harus percaya terhadap sesuatu yang di luar nalar, bagi saya, ini logis. 

Mengapa hal itu logis? Ada dua alasan yang dapat saya uraikan secara sederhana yaitu bahwa reason memiliki keterbatasan untuk dapat memahami segala realitas kehidupan manusia khususnya realitas transenden seperti makna hidup atau tujuan akhir kehidupan manusia. 

Keterbatasan reason untuk dapat memahami hal-hal yang transenden mengaktifkan faith untuk menginternalisasikan dan mengkontekstualisasikannya ke dalam reason. Untuk dapat mengintegrasikan realitas kehidupan yang transenden tersebut ke dalam rasio manusia, maka faith yang mengerjakannya di dalam rasio manusia, dan reason merespon sesuai dengan tuntunan faith.

Sumber Referensi:

Sejarah Pemikiran faith and reason dalam Tradisi Reformed: dari Masa Abad Pertengahan hingga Masa Ortodoksi https://ojs.uph.edu/index.php/DIL/article/download/6337/2900

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun