Mohon tunggu...
Harlinton Simanjuntak
Harlinton Simanjuntak Mohon Tunggu... Administrasi - Disciple

Gunung itu tempat terindah merefleksikan keagungan Sang Pencipta. Ayo daki gunung....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perulangan sebagai Pola Mengajar Menurut Ulangan 6:7-9

29 Juni 2024   11:56 Diperbarui: 29 Juni 2024   12:22 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Disclaimer: Di bawah ini adalah sebagian tulisan dari artikel ilmiah yang saya tulis untuk tugas kuliah "Metodologi Penelitian Teologi"

Pendahuluan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, penduduk Indonesia tercatat sebanyak 270,20 juta jiwa dengan persentase usia produktif (15 -- 64 tahun) sebesar 70,72%. Sayangnya, keunggulan demografi[1] diikuti oleh berita buruk berdasarkan survei ketenagakerjaan bulan Agustus 2023, yang menunjukkan pengangguran terbuka sebesar 7,86 juta jiwa[2] (4% dari populasi) dengan persentase terbesar lulusan Sekolah Menengah Atas: 8,15% dan Sekolah Menengah Kejuruan: 9,31%.[3] Kenyataan ini dikhawatirkan akan menjadi bola salju yang mengancam pembangunan bangsa Indonesia dalam jangka pendek dan menengah. Hal ini berkaitan dengan kualitas pendidikan dan bagaimana pola pengajaran yang dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan formal maupun nonformal. Namun, pada prinsipnya pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga bukan institusi pendidikan. Institusi pendidikan melengkapi dan memperkaya pendidikan yang diterima  generasi penerus di rumah melalui keluarganya. 

Di dalam rumah tangga, anak-anak terutama mendapatkan pendidikan mental dan kerohanian. Bagi orang Kristen, Alkitab memuat banyak prinsip dan pola pendidikan yang baik dan penting bagi pertumbuhan mental dan rohani umat. 

Di dalam Perjanjian Lama (selanjutnya disebut PL), misalnya, Allah melalui Musa memerintahkan umat-Nya agar mengajar anak-anak mereka dalam setiap kesempatan. Sebagai pemberian Allah dan milik pusaka-Nya (Mzm. 127:3), anak adalah realisasi dari mandat budaya (Kej. 1:28).[4] Maka, pengenalan akan Tuhan, yang pada gilirannya tercermin dari kasih kepada Tuhan dan sesama, harus diajarkan secara turun-temurun kepada anak-anak.[5] Bagi umat Allah, pendidikan itu faktor penentu kesuksesan dan orang tua bertanggung jawab akan hal itu. Pendidikan itu harus berpusat kepada Allah. Hal tersebut sebagai konsekuensi bahwa mereka adalah umat pilihan Allah.[6] Problem keluarga saat ini adalah orang tua mengalihkan tanggung jawab utama mereka untuk mendidik anak-anaknya kepada institusi pendidikan. Fokus mereka adalah untuk memenuhi kebutuhan biologis anak-anaknya dengan bekerja di pekerjaan mereka yang menghasilkan uang, sementara tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan mental dan kerohanian anak-anaknya diberikan kepada lembaga pendidikan. 

Keluarga Kristen (umat Allah) mengalami masalah yang sama juga. Orang tua telah menyerahkan tanggung jawab memenuhi kebutuhan mental dan kerohanian anak-anaknya kepada tempat-tempat seperti gereja atau lembaga Kristen lainnya. Orang tua tidak memahami secara mendasar bahwa mereka adalah orang pertama yang bertanggung jawab untuk mendidik anak mereka. Teks Alkitab, Ulangan 6:7-9, menunjukkan hal ini. 

Melalui khotbahnya kepada orang Israel (umat Allah), Musa mengatakan dalam teks tersebut bahwa orang tua adalah yang paling bertanggung jawab untuk mendidik atau mengajarkan anak-anak. Dalam teks tersebut, Musa menunjukkan cara-cara khusus bagaimana pendidikan atau pengajaran itu diterapkan atau dilakukan dalam kehidupan keluarga umat Allah. 

Penulis ingin meneliti bagaimana perulangan sebagai pola mengajar membentuk kehidupan umat Allah berdasarkan latar belakang di atas. Karena itu, penulis menulis penelitian ini dengan judul "Perulangan sebagai Pola Mengajar Menurut Ulangan 6:7-9". Kajian perulangan sebagai pola mengajar (Ulangan 6:7-9) belum pernah dibahas sebelumnya. Adapun tulisan yang pernah membahas, yaitu: Maria Widiastuti ("Prinsip Pendidikan Kristen Dalam Keluarga Menurut Ulangan 6:4-9", Jurnal Pionir LPPM Universitas Asahan), dalam tulisannya, dia menyimpulkan bahwa tiga prinsip pendidikan Kristen yang ditemukan dalam Ulangan 6:4-9 adalah mengajar melalui keteladanan, mengajar berulang, dan mengajar dengan cara yang sama berulang kali.[7] 

Selanjutnya, Syani Bombongan Rante Salu ("Implementasi Metode Pengajaran Berdasarkan Ulangan 6:4-9 bagi Perkembangan Sprititualitas Anak Usia Dini", Didache: Journal of Christian Education) berbicara tentang bagaimana metode pengajaran dalam Ulangan 6:4-9 dapat mencapai semua aspek perkembangan spiritual anak usia dini. Dia menemukan bahwa beberapa metode dalam Ulangan 6:4-9 dapat mencapai aspek kognitif, afektif, dan psikomosional.[8] Kemudian, Mikha Agus Widiyanto dan Daniel Ronda ("Teologi Pendidikan Kristen dalam Keluarga Berdasarkan Ulangan 6:4-9 dan Implementasinya pada Model Pembelajaran Berbasis Teori Pemrosesan Informasi" Jurnal Shanan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa apa yang diajarkan dalam Pendidikan Keluarga, yang ditemukan dalam Ulangan 6:4--9, mengenalkan kepada anak hanya pada Allah Yang Esa sejak kecil. Anak-anak harus diajarkan ini secara berulang dan diikatkan pada diri mereka sendiri, sehingga pelajaran akan tertanam dalam ingatan jangka panjang mereka. 

Pengajaran yang dilakukan orang tua berulang-ulang menunjukkan bahwa materi pelajaran memiliki nilai dan keuntungan yang akan menarik perhatian (perhatian) anak. Dengan menerapkan model pembelajaran dengan mengajar berulang-ulang, pemahaman dan pengetahuan anak akan dipertajam, tersimpan, dan dapat dipanggil kembali untuk memecahkan masalah. Ini juga akan membentuk mereka menjadi individu yang memiliki iman yang kokoh.[9] Selanjutnya, Evinta Hotmarlina dan Maria A.S. Sondjaja ("Prinsip-Prinsip PAK Anak: Sebuah Kajian Eksegesis Alkitab dari Ulangan 6:4-9", Phronesis: Jurnal Teologi dan Misi). Mereka menemukan bahwa membuat prinsip PAK anak dapat membuat penekanan yang seimbang antara kemampuan akademik dan spiritual.[10] Selanjutnya, Riana Udurman Sihombing dan Rahel Rati Sarungallo membahas mengenai peran orang tua sebagai wakil Allah untuk membimbing anaknya.[11] 

Makna Teks Ulangan 6:7-9

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun