Jelaslah bahwa keputusan politik terkait pemilihan presiden jikalau benar merupakan hasil dari pendiktean penguasa maka keputusan itu melanggar etis, karena pelanggaran etis adalah pelanggaran hukum maka secara otomatis keputusan itu harus batal demi hukum.
Lebih lanjut, ia yang juga seorang santri itu mengungkapkan bahwa dalam konteks demokrasi, bangsa Indonesia telah bersepakat bahwa demokrasi kita adalah "Demokrasi Pancasila". Demokrasi merupakan "constitusional democracy" yaitu bahwa demokrasi bertujuan membentuk dan memenuhi konstitusi.Â
Konstitusi disusun berdasarkan norma dasar yaitu Pancasila. Menurut sila keempat, prinsip-prinsip demokrasi pancasila harus dijalankan berdasarkan pemikiran demokratis yaitu cita kerakyatan, permusyawaratan, dan hikmat-kebijaksanaan. Cita kerakyatan menghendaki bahwa dalam proses pengambilan keputusan politik pemerintah harus berdasarkan suara rakyat dalam politik.Â
Cita permusyawaratan menghendaki bahwa dalam demokrasi, suatu keputusan politik dikatakan benar jika didasarkan pada asas rasionalitas dan keadilan, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, berorientasi jauh ke depan, dan bersifat imparsial. Cita hikmat-kebijaksanaan merefleksikan orientasi etis berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan.[10]
Saya yakin betul bahwa berdasarkan pandangan Yudi Latif tentang etika Pancasila, kesaksian ahli Romo Magnis dapat meyakinkan hakim untuk memberikan putusan yang memenangkan salah satu permohonan pemohon. Seharusnya, hakim tidaklah sulit untuk memutuskan perkara ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan etis yang telah disampaikan oleh saksi pemohon.
Sumber referensi:
[1],[2] https://www.kompas.id/baca/riset/2024/03/27/sengeketa-pilpres-gugatan-yang-selalu-berulang
[8] https://www.viva.co.id/siapa/read/443-yudi-latif