Aku Danau Toba, danau vulkanik terbesar, bukan saja karena luasnya namun juga dengan budayanya. Aku berdiam ditengah pulau, menjadi ikon kebanggaan bagi suatu bangsa. Aku bersahabat dengan segala mahkluk, aku memberi damai kepada semua.
Tapi lihatlah, aku sekarang merana, aku sedih, aku kritis, aku terancam, aku tercemar. Siapakah gerangan yang hendak pedulikan aku? Adakah gerangan mendengar teriakku dan seruanku? Aku memohon, perhatikanlah aku, lihatlah aku, pedulilah kepadaku.
Sedikit saja waktu yang aku miliki, aku memohon, jangan biarkan aku seperti ini. Bukankah engkau datang kepadaku hendak mencari kedamaian? Bukankah engkau datang kepadaku hendak memenuhi ekonomimu? Bukankah engkau datang kepadaku hendak melihat keagungan-Nya? Marilah, berikan kepedulianmu, sedikit saja. Aku hanya meminta engkau peduli akan aku.
Ingatlah, aku memiliki batas kesabaran, bilamana kesabaranku akan habis, penyesalan yang akan aku hadirkan. Aku bersahabat dengan angin, aku berteman dengan semesta. Bilamana kesabaranku habis, badai mungkin akan melandamu, kehancuran telah mengintipmu. Adakah engkau terjaga akan gugatanku? Adakah engkau lamban mengerti? Adakah engkau tidak dapat membuat kalkulasi?
Tidak banyak waktu lagi, segeralah bertindak, lekaslah bergegas, satukanlah semangatmu, ambillah keputusan, laksanakan kebijakan, tuntaskan konservasi. Aku Danau Toba tidak dapat menahan diri, hutan gundul, resapan air tidak terjadi, longsor akan segera tiba, kepunahan akan menjadi malapetaka, ingatlah, aku Danau Toba, sudah menyampaikan kepadamu, segeralah pedulikan aku.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI