Mohon tunggu...
Harli Muin
Harli Muin Mohon Tunggu... Pengacara - Pemerhati Sosial

Saya mulai tertarik dengan masalah-masalah sosial, anti korupsi pembangunan, lingkungan hidup dan keamanan masyarakat, ketika saya masih kecil menyaksikan kampung di sulawesi tengah, terpencil, dimana saya lahir dan besar terkena banjir bandang dan saya menyaksikan bagaimana bencana itu menghancurkan semuanya dalam hitungan jam. Kehadiran sejumlah perusahaan HPH dan tambang menambah beban terhadap dampak yang disebabkan atas kemarahan alam itu. Kami kehilangan banyak sekali. Padahal kampung ini sebelumnya damai, tenteram jauh dari hiruk pikuk kota. Pilihan inilah yang kemudian menjadi karier saya dan menulis pesan damai yang berhubungan masalah-masalah tersebut di atas. Semoga kita bisa berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perhatian Terhadap Museum Saatnya

2 Mei 2014   03:23 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:57 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh; Harli Muin

Saya sempat berkunjung ke Museum Fatahillah di Jakarta Pusat. Museum ini menyimpan sejumlah catatan penting dari sisa-sisa cerita Pemerintah Kolonial Belanda.Saya berharap ketika pergi ke Museum ini paling tidak mendapattiga hal penting, yakni: pengetahuan mengenai pendudukan pemerintah kolonial, Informasi penting mengenai jejak sejarah pemerintahan kolonial, dan terakhir mungkin juga sebagai sarana pembelajaran penting apa yang sudah dilakukan bangsa ini pada masa lalu.Akan tetapi ternyata, kepergian saya Museum terkenal itu, sama sekali tidak berbayar, saya tidak melihat dan mendapatkan apa yang saya ingin cari dan peroleh. Karena itu,  kecewa diriku.

Museum Fatahillah Diresmikan

Di Museum Fatahillah pemandangan umum lebih sering kita lihat sebagian pintu masuk di duduki oleh pada pedagang kaki lima.Hampir setiap sudut kita melihat pemandangan kaki lima mereka berjualan berbagai jenis makanan, mainan anak-anak,jam tangan, pakaian dan masih banyak lagi.

Di beberapa tempatdari beberapa sudut museum terlihat orang Pacaran. Pemandangan ini tidak sulit kita jumpai bila kita pergi ke Museum Fatahillah. Orang bercerita dan berkumpul di-sana sini dalam satu kelompok, namun ada juga orang yang memilih duduk berpasangan dengan pasangan pacar-nya, berdua -an, sembari se-kali-kiss. Pemandangan terjadi di beberapa tempat selama kunjungan saya ke-sana. Itulah sebabnya kesan museum dari Museum Fatahillah tidak begitu mencolok ketimbang aksi lainnya.

13989514171787766081
13989514171787766081

Selain dua pemandangan di atas, kita juga dengan mudah menjumpai pemain sulap di mana-mana pada sudut Museum Fatahillah. Pemain sulap ini memperoleh udang dengan dua cara. Pertama dengan menarik perhatian banyak orang, lalu mereka menjual obat ketika orang berkumpul banyak. Lalu meminta bayaran secara langsung setiap kali tampil kepada pengunjung. Mereka tidak mematok berapa yang harus dibayar, tetapi mereka meminta secara sukarela.

1398951264522191475
1398951264522191475

Karena sulap, tempat berkumpul, dan pemandangan kaki lima, maka Museum Fatahillah tidak layak lagi di sebut museum, mungkin layak disebut tempat hiburan saja. Oleh karena itu meminta kepada pemerintah kota untuk menertibkan dan mengatur Museum Fatahillah supaya layak jadi Museum, yang dapat menyediakan informasi, pengetahuan dan edukasi bagi masyarakat Kota Jakarta dan di Indonesia pada umum. Semoga pemerintah memiliki perhatian terhadap Museum bersejarah ini.

1398951318928427128
1398951318928427128



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun