Mohon tunggu...
Harjono Ho
Harjono Ho Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bersyukur sudah kenal yang namanya baca tulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Analogi Popcorn & Rokok

7 Juli 2011   16:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:51 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang anak muda yang besar di kota, tentunya kebiasaan jalan di mal sudah tak bisa terhindarkan. Selagi jalan di mal, biasanya dibarengi dengan kegiatan nonton film. Dalam kotaku tidak ada gedung bioskop tersendiri. Karena itu, walau tidak ada niat belanja, hobi menonton harus disalurkan di mal. Bagi teman-temanku, snack adalah barang wajib yang patut dibawa untuk menambah keasyikan nonton bareng. Baik film yang mem-bleh-kan sampai men-wah-kan (memuakkan sampai memuaskan), snack wajib dibawa. Jadilah popcorn dan air mineral sebagai pendamping kami. Nonton tanpa popcorn rasanya tidak afdol. Ini mirip dengan prinsip para perokok yang menjalani aktivitasnya besertakan sepuntung rokok. Tiap makan, tiap nonton, susah maupun senang, rokok selalu menjadi pendamping setia bagi para perokok tulen. Secara medis, memang telah terbukti bahwa rokok memiliki zat-zat kimia yang dapat menimbulkan efek merilekskan pikiran dan candu. Siapa yang tidak mau merasakan kenikmatan? Candu akan nikmat atau nikmat akan candu? Keduanya asoy. Jika dibandingkan dengan popcorn, keduanya memiliki satu kesamaan: dibentuk oleh kebiasaan. Budaya menonton sambil makan popcorn berasal dari negara Amerika. Popcorn kemudia menjadi trademark budaya hollywood soal tonton-menonton khususnya di bioskop. Akhirnya, ini berkembang mejadi kebiasaan yang mendunia. Rokok pun sama, cuma efeknya berbeda. Rokok dapat menimbulkan efek candu yang kuat sehingga dapat membuat pemakainya tergantung pada produk. Keduanya meiliki kesamaan, sehingga petunjuk untuk mengubahnya ada di satu kata: kebiasaan. Jika kebiasaan dialihkan dengan suatu alternatif lain, niscaya frekuensi kegiatan akan berkurang. Cuma sayang, rokok meiliki jerat tersendiri yang mengikat para pemakainya. Rokok mengikat dalam aspek fisik, mental, & batin sehingga agak susah ditangani. Jika okok itu menyehatkan tentu saja itu tak perlu dilarang. Sayang, rokok bisa menimbulkan kanker, penyakit paru-paru, keguguran, dan gangguan kesehatan lainnya. Kesehatan adalah harga yang harus dibayar mahal oleh nikmat sesat rokok. Popcorn memang tidak menimbulkan candu & cuma sekedar makanan. Makanya, ada orang yang bisa nge-popcorn dan ngerokok. Cuma berharap, ada gak ya institusi yang bisa mengubah kebiasaan merokok

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun