Membaca judul di atas, tentu ada yang bertanya, apakah tidak salah dengan judul di atas? Jawabnya, Tidak! Tulisan ini memang bermaksud untuk menyoal kisah perburuan manusia kera (Homo erectus) yang dilakukan oleh Eugene Dubois.
Anda yang pernah mempelajari Sejarah maupun Biologi, tentu tidak asing lagi dan tahu dengan nama Eugene Dubois. Tetapi masalahnya adalah banyak yang tidak tahu, bagaimana fosil-fosil itu dibentuk dan dibangun sehingga membentuk karakter H.erectus yang kita kenal.
Seorang dokter Belanda itu sengaja masuk menjadi anggota militer demi berkesempatan berburu fosil-fosil peralihan khususnya antara kera dan manusia. Perburuan Dubois dimulai sejak tahun 1887 di daerah Sumatera, namun di tempat itu dia tidak berhasil. Pencarian selanjutnya dilakukan di Pulau Jawa, dan dipusatkan di Lembah Bengawan Solo dekat Trinil. Selama lima tahun Dubois menghabiskan waktu untuk berburu fosil manusia kera.
Jadi, mindsetnya memang sudah membenarkan akan adanya makhluk transisi tersebut. Sehingga ketika ditemukan sebuah fosil yang tidak jelas berasal dari makhluk apa, langsung menyimpulkannya sebagai fosilnya manusia kera, yang belakangan disebutnya sebagai Homo erectus. Penemuan ini jelas ditolak oleh banyak Universitas di Eropa pada saat itu. Tetapi para evolusionis tetap saja menganggap sebagai sebuah penemuan penting. Di mana saat itu memang masih banyak kekosongan bukti teori evolusi, khususnya dari bukti fosil dan lebih khusus lagi fosil antara manusia dan kera. Sehingga penemuan tersebut, oleh kalangan evolusionis tetap dianggap mempunyai konstribusi yang sangat besar dalam dunia pengetahuan, khususnya penemu mata rantai penghubung antara manusia dan kera. Hasil penemuannya itu banyak dibahas diberbagai media massa, buku-buku evolusi, danjurnal ilmiah. Demikian juga patung-patung H. eretus itu sudah banyak dibuat untuk dipamerkan di museum-museum di seluruh dunia, untuk lebih meyakinkan kepada dunia, bahwa: “inilah bukti bahwa manusia berevolusi dari kera”.
Saya mencoba mengangkat persoalan ini terkait dengan temuan jejak-jejak manusia purba di Selatan Tulungagung tahun lalu. Yaitu dengan ditemukannya: sampah dapur (Kjokken Moddinger), berupa: 24 fosil terumbu karang, 92 fosil gastropoda yang terdiri dari: siput, cangkang kerang, keong dan tiram oleh sekelompok peneliti yang tergabung dalam Kelompok Kajian Sejarah dan Sosial Budaya (KS2B) (okezone.com, 26 Feb 2010).
Masalah Kokken Moddinger ini nanti akan saya bahas pada tulisan terpisah. Kesempatan ini saya hanya ingin membatasi pada Homo erectus nya Eugene Dubois.
Tulisan ini tidak bermaksud menghakimi seorang Eugene Dubois, tetapi sekedar mengungkapkan bagaimana sebuah penemuan seperti itu bisa dikatakan ilmiah? Dan bagaimana juga masyarakat ilmiah menerima temuan itu sebagai sebuah kebenaran?
Hal ini bisa dipahami, karena menurut evolusionis, bahwa manusia berevolusi dari makhluk yang mirip kera, sehingga sangat mungkin akan ditemui bentuk-bentuk fosil transisi tersebut. Maka belomba-lombalah orang mencari fosil-fosil tersebut. Tetapi kenyataannya link itu masih tetap missing. Bentuk-bentuk transisi itu tidak pernah ditemukan sebagaimana harapan para evolusionis. Akhirnya mereka membuat fosil yang tidak pernah mereka temukan, seperti yang pernah dilakukan oleh Charles Dawson dengan manusia Pilt Downnya. Sebuah skandal yang paling menghebohkan dalam sejarah ilmu pengetahuan. Karena kenyataan Pilt Down adalah fosil rekaan yang dibuat dari tulang rahang kera yang baru mati digabungkan dengan tengkorak manusia berusia 500 tahun.
Penipuan ini belakangan terbongkar berkat penelitian yang dilakukan oleh Kenneth Oakley dengan Metode Fluorinnya. Padahal sudah 500-an thesis doctor yang dilahirkan dari fosil “jadi-jadian” ini. Betapa luar biasanya, efek domino penipuan yang dilakukan oleh Charles Dawson tersebut.
Lalu, bagaimana dengan Dubois?
Menurut saya, apa yang dilakukan oleh Dubois, tidak kalah “hebatnya” dengan apa yang dilakukan oleh Dawson. Celakanya, justru belum ada yang mempermasalahkan dan menggugurkan penemuan tersebut.
Perhatikan fakta-fakta berikut yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat awam.
Pertama, masyarakat tidak tahu kalau ternyata H.erectus itu ternyata disusun dari hanya 3 buah tulang fosil, yaitu: atap kepala, gigi geraham dan tulang femur (paha), lihat gambar. Lalu, bagaimana Eugene Dubois bisa merekonstruksi 3 potongan fosil itu sehingga seperti yang kita ketahui sekarang ini melalui gambar-gambar, patung-patung yang dipamerkan di museum-museum di seluruh dunia.
Kedua, masyarakat pun tidak tahu, kalau masing-masing tulang fosil itu ditemukan di lokasi yang berjauhan, sekitar 12 meteran jauhnya jarak antara penemuan sebelumnya dengan tulang femur (Theunissen, 1989). Bagaimana dia bisa, memastikan bahwa fosil itu berasal dari makhluk yang sama?
Ketiga, masyarakat pun tidak tahu, kalau masing-masing tulang fosil itu ternyata ditemukan pada waktu yang berbeda-beda. Fosil gigi ditemukan tahun 1890, tempurung 1891, dan femur tahun 1892.
Ketiga fakta ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat, mereka hanya tahu setelah berbentuk manusia kera yang ada di buku-buku pelajaran sekoklah dan museum-museum.
Tetapi mengapa hal sepenting ini seperti dibiarkan terjadi oleh masyarakat imiah, seolah-olah, penemuan Eugene Dubois adalah merupakan sebuah kebenaran?
Jawabnya sederhana, para pendukung teori evolusi tertalu bersemangat bahwa evolusi itu benar terjadi. Sehingga hal-hal yang menyesatkan, tidak masuk akalpun dianggap merupakan sebuah kebenaran.
Jika sebelumnya Dubois, dianggap mempunyai kontribusi dalam bidang pengetahuan khususnya Biologi dan Paleontologi. Sebaliknya justru menurut saya, dia sudah mengelabui , hanya demi membuktikan bahwa evolusi benar-benar terjadi.
Penutup
Sebetulnya ada sebuah “rahasia umum” dari penemuan Dubois ini, karena selain H.erectus, Dubois juga menemukan Homo wajakensis. Mengapa disebut rahasia umum? Rahasia, karena seharusnya Dubois tidak menemukannya, atau kalau menemukan seharusnya dirahasiakan, karena akan menjadi blunder dari penemuan H.erectus itu sendiri. Karena H.wajakensis adalah manusia modern yang ditemukan pada lapisan tanah yang sama dengan penemuan H.erectus.
Tentu hal yang lucu, jika H.erectus adalah nenek moyang manusia modern sementara pada lapisan tanah yang sama juga ditemukan H.erectus.
Atas kesalahan itu, apa yang dilakukan oleh para ahli, khususnya pendukung teori evolusi?
Pertama, mereka menyingkirkan secara diam-diam. Sehingga tidak mengherankan jika dalam buku Asal-Usul Manusia karangan Richard Leakey, tidak lagi menyebut H. erectusnya Dubois sebagai bagian dari asal usul manusia.
Kedua, mengganti H.erectus temuan Dubois dengan H.erectus lainnya di tempat lain, yang juga tak kalah menyesatkan. Nampaknya sebuah kebohogan perlu diciptakan untuk menutup kebohongan sebelumnya.
Kebohongan apa? akan saya tulis pada kesempatan mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H