[caption id="attachment_371935" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi - Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, PKB, Nasional Demokrat, PPP, dan Hanura yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIB) melayangkan pernyataan tentang mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (29/10/2014). Pimpinan DPR dinilai tidak cakap dalam menjalankan tugasnya sehingga merugikan hak konstitusi anggota dewan. (KOMPAS / HERU SRI KUMORO)"][/caption]
"Gimana staf DPR sudah gajian belum hari ini?"
"Belum. Bagaimana mau gajian DPR-nya juga terbelah. AKD yang berwenang memutuskan masalah anggaran Sekjen belum aktif."
"Katanya sampai Desember tidak gajian?"
"Sepertinya begitu."
Itu percakapan saya dengan salah seorang staf DPR, dalam hal ini Asisten Pribadi Anggota Dewan pagi ini (04/11). Jawaban senada pun saya peroleh dari beberapa Tenaga Ahli beberapa hari lalu. Semuanya mengeluhkan mengenai ketidakjelasan status dan nasib mereka saat ini. Tenaga Ahli yang ada di Komisi, Fraksi dan di AKD yang lain nasibnya pun sama.
"Gak jelas bro, pusing kita. Kalau tidak gajian sampai Desember keterlaluan," ungkap salah seorang Tenaga Ahli.
Tenaga Ahli (TA) Anggota Dewan dan Asisten Pribadi (Aspri) bukan sedikit. Saat ini berjumlah 1.680 orang: masing-masing Anggota Dewan memiliki dua orang TA dan satu orang Aspri. Ke depannya, sesuai dengan Tata Tertib DPR yang baru disahkan di ujung masa jabatan Anggota DPR Periode 2009-2014 dan yang berlaku saat ini, masing-masing Anggota Dewan akan memiliki sekurang-kurangnya 5 orang Tenaga Ahli dan 2 orang Aspri. Berarti akan ada 3.920 orang.
Terpecahnya DPR menjadi dua: versi asli dan tandingan memberikan dampak negatif pada ketidakjelasan administrasi. Sekjen DPR-RI tidak berani memutuskan terkait masalah honor TA dan Aspri. Sekjen DPR dalam masalah penggajian sangat tergantung pada keputusan BURT sebagai salah satu Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPR yang bertugas dalam masalah rumah tangga DPR atau kesekjenan.
Tenaga Ahli dan Aspri adalah tenaga kerja yang sama posisinya dengan tenaga kerja yang lain. Nasib mereka harus menjadi sorotan juga bagi Kementerian Ketenagakerjaan. Apalagi Anggota Dewan yang seharusnya membela nasib rakyat, tetapi aktivitas politik mereka secara langsung menyebabkan para staf di DPR menderita.
Gajian para Tenaga Ahli dan Aspri di DPR umumnya dibayarkan pada awal bulan, paling lambat tanggal 5 setiap bulannya. Sampai saat ini, menurut pengakuan beberapa orang Tenaga Ahli dan Aspri, sudah tanggal 4 belum ada tanda-tanda pengurusan DOP (Lembar penerimaan gaji/Dana Operasional). Jika kondisi ini terus berlangsung, mau tidak mau, Anggota Dewan harus merogoh kantong sendiri untuk membayar honor para stafnya. Tetapi, apakah semua anggota dewan mau melakukan itu?**[harjasaputra]