Indonesia Corruption Watch (ICW) beberapa hari lalu menyampaikan statemen yang menurut saya tidak berdasarkan data dan fakta. ICW mengatakan bahwa Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2015 sesungguhnya tidak turun. Hal tersebut dapat dibaca di berbagai media (Link berita di antaranya dapat dilihat di Link Ini dan Link ini).
ICW di antaranya mengatakan:
Dari keseluruhan penggunaan jasa bunga tabungan jamaah sebesar Rp3,737 triliun, diketahui penggunaannya untuk jamaah sebesar Rp3,281 triliun, kemudian sebesar Rp262,3 miliar untuk biaya operasional, ongkos dan honor kepanitiaan haji. Selain itu, ada pula biaya safeguarding sebesar Rp100 miliar, serta biaya katering di Makkah sebesar Rp93,2 miliar.
Komentar tersebut menyoroti besaran BPIH sebagaimana tertuang dalam dokumen yang sudah ditandatangani bersama antara Kementerian Agama RI dan DPR RI berikut ini:
Perlu disampaikan bahwa:
1. Biaya operasional tidak langsung jamaah, memang betul berdasarkan UU No 13 tahun 2008 Pasal 11 disebutkan, “Biaya operasional Panitia Penyelenggara Ibadah Haji dan petugas operasional pusat dan daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah”.
Namun, berdasarkan informasi dari Kemenag RI, untuk operasional panitia haji di Arab Saudi, yang dibebankan pada APBN anggarannya adalah hanya tiket. Lainnya dari Indirect Cost.
Selain itu, APBNP 2015 sudah ditetapkan sebelum pembahasan BPIH sehingga pembahasan BPIH tidak bisa menghapus komponen yang seharusnya dimasukkan ke dalam APBN begitu saja karena menurut kementerian agama hal tersebut belum dimasukkan ke dalam APBN. Posisi DPR dalam membahas anggaran tidak bisa membahas sampai rinci hingga satuan tiga sesuai dengan putusan MK, sehingga apakah komponen tersebut sudah masuk atau belum di APBN DPR tidak dapat mengetahuinya.
2. Safeguarding adalah untuk pengamanan jika ada selisih nilai tukar.
3. Katering jamaah di Mekkah tidak termasuk yang harus dibiayai oleh APBN.