Sebelum rapat ditutup, Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifudin, diberikan kesempatan untuk menyampaikan penjelasannya:
Pertama, Menteri Agama RI memohon maaf secara institutional dan pribadi jika dinilai pernyataan-pernyataannya yang diekspos oleh media massa menimbulkan sesuatu yang merasa anggota komisi VIII merasa kecewa dan geram. Menurutnya, tidak ada maksud demikian.
“Tidak pada tempatnya juga saya menyalahkan media. Sekali lagi tidak ada niat sedikitpun untuk tidak mengikutsertakan peran Komisi VIII DPR RI terkait penurunan BPIH. Saya yakin betul prosesnya sangat terlibat Komisi VIII DPR RI secara intens. Sekali lagi, jika ada slip of tongue saya mohon maaf kepada seluruh anggota Komisi VIII DPR RI”, ungkap Lukman.
Kedua, terkait penyataan masalah menghormati yang tidak puasa, faktanya bermula dari twitter yang disampaikan di akun pribadinya.
"Ketika ada pandangan yang juga dimention kepada saya terkait sebaiknya warung ditutup saja selama bulan puasa. Lalu saya mentwit dan bisa dicek bahwa, “Warung-warung tak perlu dipaksa tutup. Kita harus hormati juga hak mereka yang tak berkewajiban dan tak sedang berpuasa”. Kemudian, pernyataan itu mungkin dipelintir disebabkan keterbatasan 140 huruf oleh orang lain. Tiba-tiba twit diubah menjadi: “Kita harus menghormati yang tak puasa”. Sudah jauh sekali dari konteks awal. Di situ saya cantumkan kata "HORMATI JUGA" yang bermakna menghormati yang puasa dan juga yang tidak berpuasa", jelas Lukman.
Menurutnya, maksud dari pernyataan tersebut adalah sedang berbicara toleransi untuk selain menghormati yang berpuasa juga untuk menghormati yang tidak berkewajiban berpuasa dan yang tidak sedang berpuasa.
Ketiga, "tentang data-data evaluasi APBN 2015, tidak ada laporan ke saya mengenai hal tersebut dari para Dirjen", kilahnya.
Penjelasan tersebut masih belum memuaskan mayoritas anggota Komisi VIII DPR RI karena banyak kerancuan alasan. Misalnya, pada klaim penurunan BPIH ketika disebut sudah dipelintir media, rekamannya jelas bisa dilihat di Youtube dan Menteri Agama tidak seperti itu pandangannya.
Begitu pula dengan masalah statemen "menghormati yang tidak berpuasa". Meskipun dijelaskan sudah keluar dari konteks apa yang disampaikan olehnya di twitter tetapi sebagai pemimpin seharusnya mengeluarkan statemen yang tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Karena pernyataan ini impilkasinya luas, orang yang shalat harus menghormati orang yang tidak shalat, orang yang berzakat harus menghormati yang tidak berzakat. Satu pandangan rancu yang dinilai oleh mayoritas anggota DPR RI sangat meresahkan.
Masih banyak pekerjaan besar lain yang membutuhkan sentuhan Menteri Agama RI daripada membuat statemen kontraproduktif. Permasalahan di Kementerian Agama RI sangat banyak, dari mulai berbagai protes para guru yang hingga hari ini belum dibayarkan tunjangannya, dana BOS yang masih belum dibayarkan, masalah penundaan pelantikan rektor di berbagai daerah hingga menimbulkan gelombang protes mahasiswa, dan banyak lagi masalah lain.**[harjasaputra]