[caption id="attachment_332055" align="alignnone" width="640" caption="Ilustrasi (harjasaputra)"][/caption]
Lucu sekali melihat tingkat para politisi. Rabu (29/10) Koalisi Indonesia Hebat (KIH) karena merasa tidak puas dengan mekanisme pembagian pimpinan komisi dan AKD kemudian membentuk Pimpinan DPR tandingan. Sungguh lucu dan memalukan.
Kenapa memalukan? Pertama, KIH mengajarkan sikap arogan, tidak legowo, dan haus kekuasaan. Pembentukan Pimpinan DPR sudah diatur oleh UU MD3. Undang-undang ini pun sudah di-judicial review di MK. MK memutuskan menolak seluruh gugatan PDIP yang menggugat mekanisme pemilihan pimpinan DPR. Artinya, mekanisme pemilihan pimpinan DPR yang tertuang dalam UU MD3 sudah sesuai dengan konstitusi. Jika sudah diputuskan MK tetapi KIH tetap ngotot berarti dengan mudah dikatakan bahwa langkah tersebut illegal dan inkonstitusional.
Ketika undang-undang dan konstitusi sudah dikangkangi karena motif kekuasaan, apa lagi yang bisa diharapkan dari mereka? Ini yang harus dilihat, bahwa KIH tidak bisa hidup di alam demokrasi. Demokrasi versi mereka adalah demokrasi yang harus menguntungkan. Ketika demokrasi merugikan mereka lantas bertindak semaunya.
Kedua, alasan membentuk karena untuk menjaga agar tidak ada impeachment terhadap Jokowi? Ini juga ketakutan yang berlebih alias lebay. Untuk melakukan impeachment bukan hal yang mudah setelah amandemen UUD 1945. Karena melibatkan 3 institusi: DPR, MK, dan MPR. MK memutuskan mengenai aspek hukum, dan keduanya lembaga lain dari aspek politik.
Koalisi Merah Putih (KMP) sudah menerima dengan legowo kemenangan presiden Jokowi. Hal itu ditandai oleh pertemuan antara Jokowi dengan para petinggi partai-partai yang tergabung dalam KMP. Terutama pertemuan dengan Prabowo. Prabowo bahkan hadir pada acara pelantikan Jokowi. Tidak ada tuh KMP membuat Presiden tandingan. Karena hal itu akan merusak tatanan demokrasi dan menambah kekacauan politik.
Ketiga, pimpinan DPR tandingan justru akan menghambat kerja pemerintah yang dipimpin oleh Jokowi. Alih-alih untuk mencegah impeachment justru akan memperlambat kinerja. Pemerintah akan susah untuk mengajukan anggaran sebagai domain wewenang DPR. Harus ditujukan ke pimpinan DPR yang mana. Pada akhirnya ketika anggaran susah untuk dibahas maka pemerintahan akan mati suri. Rakyat juga yang akan menderita. Dengannya, langkah ini sangat kontraproduktif.
Keempat, DPR adalah organ negara yang tertuang dalam UUD 1945. Tugasnya selain membahas anggaran juga membuat undang-undang. Seperti diatur dalam UUD 1945 Pasal 20 ayat (1), bahwa "DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang".
Jika ada dua DPR, pembentukan undang-undang jelas akan terhambat. Undang-undang yang mana nanti yang harus berlaku? Apakah Undang-undang yang disetujui oleh Pimpinan DPR asli atau DPR tandingan? Dengannya akan ada dua undang-undang untuk objek yang sama? Atau satu undang-undang tidak akan diputuskan karena disetujui oleh versi Pimpinan DPR asli dan tidak disetujui oleh Pimpinan DPR tandingan. Akan ribet, rusuh, dan seperti di negeri antah berantah.
Tidak ada di negara manapun ada dua Pimpinan DPR: Pimpinan DPR asli dan Pimpinan DPR tandingan. Hanya di negara kita saja. Unik dan bangga karena itu terjadi hanya di negara kita? Justru sebaliknya: menggelikan, memalukan dan langkah yang ceroboh.
Kini semua orang bisa menilai: siapakah sesungguhnya yang tidak bisa menerima kekalahan, apakah KMP atau KIH.**[harjasaputra]