Rabu, 1 Mei 2024, mahasiswa IPB University melakukan penjajakan ke Kampung Adat Urug. Tim yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) ini beranggotakan Mutiara Balqis (SKPM), Deden Ahmad Rabani (Statistika), Hariyol (Statistika), R.Mugni Chairil Arbi Asyari (Statistika), dan Akma Naufal Rabbani (Manajemen Sumberdaya Lahan). Tim yang diberi nama Reformist Agriculture ini didampingi oleh Ir. Wahyu Purwakusuma, M.Sc. dari Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan.Â
Kunjungan ke Kampung Adat Urug ini adalah untuk mewawancarai Tetua adat (tokoh adat ) demi menggali informasi lebih jauh tentang budaya pertanian dan praktik pertanian yang ada di Kampung Adat Urug.Â
Berlokasi di Desa Urug, Kecamatan sukajaya, kabupaten bogor, Provinsi Jawa barat, kampung ini dikenal dengan tradisi pertanian yang masih dilakukan secara turun temurun hingga sekarang. Konon katanya, masyarakat Kampung Adat Urug merupakan keturunan dari Prabu Siliwangi yang melarikan diri dari Kerajaan Pajajaran dan menetap di Kampung Adat Urug. Â Â
Pada kesempatan tersebut, tim Reformist Agriculture berhasil menemui tetua adat dari Urug Bawah yaitu, Abah Ukat. Abah Ukat mengatakan bahwa ia merupakan keturunan ke-15 dari Prabu Siliwangi. Perbincangan dalam waktu sekitar tiga jam itu juga mengungkap bahwa pertanian di urug bawah masih kental dengan tradisi budayanya yang masih diterapkan oleh masyarakat.Â
Kediaman Abah Ukat sebagai tokoh adat juga sering diramaikan oleh masyarakat yang mempersiapkan atau melaksanakan acara adat. Seperti saat tim Reformist Agriculture berkunjung, masyarakat meramaikan area dapur untuk mempersiapkan acara "ngisi" sebagai perayaan yang dilakukan ketika umur padi menyentuh usia 3 - 4 bulan.Â
Abah ukat juga mengatakan bahwa masih ada tradisi pertanian lainnya yaitu "sedekah ka bumi". Tradisi ini merupakan salah satu tradisi yang dilakukan sebelum menanam padi, Â acara ini bermaksud untuk meminta izin kepada bumi sebelum melakukan proses menanam padi. Selain itu, ketika musim panen tiba, diadakan lagi acara yang disebut "seren taun". Tradisi ini merupakan salah satu bentuk rasa syukur masyarakat Kampung Adat Urug terhadap hasil panen yang diperoleh. Â Â Â Â Â
  "Tidak hanya itu, masyarakat sini juga ketika akan menebar benih, harus berdasarkan ketentuan yang saya buat. Jadi saya yang menentukan kapan masyarakat sini akan menebar benih padi. Jika masyarakat tidak mengikuti ketentuan yang saya tentukan, biasanya akan sering gagal panen. Tapi saya membebaskan kepada masyarakat ketika waktu panen. Mereka bebas mau memanen padi, tidak harus sama semuanya. Hanya waktu menebar benih saja, semua masyarakat pelaksanaannya sama", Ujar abah ukat selaku tetua adat urug bawah    Â
  Hal unik lainnya yang kami temukan ketika melakukan wawancara dengan Abah Ukat ialah pada Hari Senin, Jumat, dan Minggu masyarakat dilarang untuk bertani ke sawah. Konon katanya, Hari Senin itu karena biasanya perempuan sering haid, dan makhluk yang ada di sawah tidak suka darah haid perempuan. Hari Jumat dikarenakan waktunya yang terlalu singkat mendekati waktu sholat jumat.Â
Hari Minggu, karena dulunya wilayah Indonesia didominasi oleh hutan, ketika mau ditebang pohonya, tumbuh lagi, ditebang, tumbuh lagi. Oleh karena itu, ditetapkan lah Hari Minggu sebagai hari libur. Â Â Â Â
  Tim Reformist Agriculture tidak hanya mewawancarai Abah Ukat selaku tetua adat Urug Bawah, tapi juga mewawancarai Abah Arjo selaku tetua adat di Urug Tengah. Abah Harjo juga mengklaim bahwa ia keturunan dari Prabu Siliwangi. Namun Abah Harjo tidak menyebutkan keturunan keberapa. Dari segi tradisi pertanian, Urug Bawah dan Urug Tengah tetap sama, mungkin dari segi tanggal pelaksanaan nya saja sedikit berbeda.Â