Mohon tunggu...
Hariyawan Esthu
Hariyawan Esthu Mohon Tunggu... Ghostwriter -

Ghostwriter, peminat masalah sosial-budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Saatnya Halimah Mengakrabi Perbankan Syariah

8 Mei 2016   13:00 Diperbarui: 8 Mei 2016   13:34 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa desa di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, secara turun-temurun warganya menjadi pengrajin bambu untuk dibuat bilik. ft. BNP

NAMANYA Halimah, tetapi orang-orang di desanya, Desa Sukawening, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, akrab menyapanya Imah. Usianya menginjak 25 tahun, dengan dua anak perempuan; yang besar kelas 2 SD, sedangkan yang bungsu baru menginjak usia 4 tahun. Di desanya, para wanita seusianya kebanyakan merantau ke negeri lain, terutama sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di Arab Saudi. Kalau tidak menjadi TKW, para wanita dan lelaki muda di desa itu menjadi buruh pabrik tekstil di Majalaya. Sedangkan para lelaki dan wanita muda, beserta para orangtua yang tinggal di desa yang tersisa, dalam kesehariannya menggeluti usaha kerajinan bambu, terutama membuat bilik.

Kerajinan menganyam bambu untuk dijadikan bilik di Desa Sukawening, juga di beberapa desa di Kecamatan Ciwidey, telah dirintis sejak tahun 1960-an. Jadi, selain dalam upaya mempertahankan hidup, keluarga Imah beserta beberapa keluarga lainnya, dengan mempertahankan usaha menganyam bilik bambu ini adalah dalam upaya mempertahankan usaha khas daerahnya, yang telah dilakukan turun-menurun sejak puluhan tahun silam. Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, memang terkenal sebagai penghasil kerajinan bilik bambu atau dinding yang terbuat dari anyaman bambu, selain sebagai sentra penghasil sayuran dan buah stroberi.

Setiap usai shalat Isya, Suhendar –suami Imah--, meng-araybambu-bambu yang seminggu dikirim dunungan (bossnya). Bulatan bambu utuh, dengan menggunakan golok tajam dibuat lembaran tipis-tipis untuk bahan anyaman balik. Lumayan harus punya keahlian khusus, sehingga benar-benar didapat lembaran bambu yang tipis, baik dari kulit bambu maupun daging bambu. Hal ini dilakukan Suhendar setiap malam, hingga adzan sholat subuh berkumandang dari masjid tidak jauh dari rumahnya. Baru pagi hari, setelah anak petamanya berangkat sekolah dan si bungsu diberi makan, Imah menganyam bilahan bambu tipis yang semalam diaray sang suami. Dalam sehari, di sela-sela mengasuh si bungsu, Imah bisa menyelesaikan 7-8 lembar bilik ukuran 2 x 3 meter. Imah bisa mengerjakan sebanyak itu, karena menganyam bilik telah dilakukannya sejak ia masih gadis. Selembar bilik diterima Si Boss penyedia bambu, Rp 12,000. Jadi sehari semalam pasangan suami-istri ini meraih penghasilan antara Rp 84.000- Rp 96.000.

“Nya lumayan wae dikeureuyeuh mah, sadamel-damel di bumi daripada kedah angkat ka Saudi mah. Sempet oge kaemutan hoyong angkat ka Arab, tapi teu gaduh modal kangge daftar, resikona oge ageung. Sejabi ti eta, seueur kajantenan, warga di dieu nu angkat ka Saudi, uih-uih kantun layon. Audzubillah himidzalik (kalau dikerjakan, menganyam bilik ini hasilnya lumayan, karena bisa dikerjakan di rumah daripada harus bekerja ke Arab Saudi. Sempat terbersit juga pikiran ingin pergi bekerja di Arab seperti yang lain, tetapi tidak punya modal untuk mendaftar, risikonya juga besar. Banyak kejadian, warga sini yang berangkat jadi TKW, pulang-pulang sudah jadi mayat. Audzubillah humidzalik,” papar Imah, kepada penulis, saat penulis mudik ke kampung istri penulis di Ciwidey belum lama ini.

Tentunya, Imah bersama pengrajin anyaman bambu lain tidak sekadar ingin mempertahankan usaha keluarga. Seiring peningkatan kebutuhan pemenuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat, seiring pula keinginan untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Andaikan ia dan suaminya punya modal, tentu ia bisa mencari dan membeli bambu sendiri, dan mengerjakannya sendiri dibantu pula dengan beberapa kerabatnya. Dengan cara demikian, ia dan suaminya bisa mendapatkan keuntungan berlebih.

Usaha kerajinan menganyam bambu ini penulis lihat prospeknya cerah. Apalagi, sejak lama bilik sudah digunakan warga untuk dinding rumah. Bilik bambu yang ditawarkan para pengrajin saat ini sangat beragam. Ini disebabkan setiap perajin berupaya mengemas bilik bambu menjadi produk kerajinan bernilai seni. Kalau sudah begini, banyak pelancong maupun pengusaha rumah makan dan hotel yang memesan bilik bambu yang menonjolkan kesan artistik kedaerahan. Umumnya, pemesan datang dari Bandung, Cianjur, Sukabumi, Indramayu, bahkan Kalimantan hingga Dubai di Uni Emirat Arab sana.

Bilik yang dibuat pengrajin di Kecamatan Ciwidey ada tiga jenis, yaitu bilik corak yang dibuat dari bambu hijau dan bambu hitam, bilik dari kulit bambu, dan bilik daging bambu. Semua jenis laku dijual. Namun, yang paling diminati adalah bilik corak. Biasanya pembeli bilik corak adalah pengusaha rumah makan, vila, dan kafe. Mereka menggunakan bilik bambu sebagai pelengkap interior tempat usahanya agar terkesan lebih artistik.
 Imah dan rekan-rekannya berharap, usaha kecil berprospek cerah ini dilirik pemerintah dan pemodal lain agar mereka mau mengucurkan bantuan sehingga mayoritas pengusaha bilik bambu yang saat ini kembang kempis atau kesulitan dana bisa melanjutkan usaha dan memperbanyak kreasinya.

Di satu sisi, Imah beserta teman-teman pengrajinnya berkeinginan untuk meningkatkan pendapatannya. Namun di sisi lain, untuk berusaha mendapat bantuan umumnya mereka diliputi keragu-raguan. Keragu-raguan itu muncul, karena berbagai pinjaman yang datang selama ini berdasarkan perhitungan untung-rugi yang sarat dengan riba. Apalagi pada setiap kali tholab di majelis taklim, pada setiap malam Jumat, yang dihadirinya, di mesjid para ajengan dan ustadz kerap mengingatkan agar dalam bekerja, dalam beribadah, senantiasa harus berada dalam tuntunan-Nya. Hal ini agar warga maslahat hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagai orang desa yang taat beribadah, anjuran dari ajengan atau ustadz tersebut senantiasa dipatuhi warga.

Sistem Ekonomi Islam Kembali Dilirik

Namanya Halimah, tetapi orang-orang di desanya akrab menyapanya Imah. Nama Halimah sebenarnya punya arti “berakal, berangan-angan, sabar, lembut, dan berakal”, selain juga dikenal sebagai nama sosok wanita yang menyusui Nabi Muhammad SAW. Sebagai pengusaha kecil, Imah berangan-angan dan membuka akal agar penghasilan keluarganya meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun