[caption caption="Ilustrasi: 79tube.com"][/caption]Apabila orang menulis buku yang lebih baik, menyampaikan khotbah yang lebih baik, atau membuat perangkap tikus yang lebih baik daripada tetangganya, meskipun ia membangun rumahnya di tengah hutan, namun dunia pasti akan membuat jalan sampai ke pintunya.
-- Ralph Waldo Emerson
SEBAGAI penyair dunia, Emerson dan kita setuju bahwa menulis (buku) adalah hal penting yang tidak diragukan. Menulis merupakan tuntutan ke dua setelah membaca. Ketika minat baca masyarakat meningkat, maka akan diikuti dengan keinginan untuk menuangkan apa yang ada dalam benaknya ke dalam sebuah tulisan (buku).
Tulisan yang merangkai sebuah buku, intinya berangkat dari suatu gagasan. Di dalamnya; bakat, tekad, ketersediaan, dan faktor “kebetulan” terpaksa disisihkan, meski bukan berarti dianggap tidak ada. Tinggal gagasan yang telah “suci hama” yang berenang di jambangan teori kepenulisan, untuk dipelajari, diperdebatkan, dan diuji coba.
Gagasan, diyakini mustahil mekar kalau digembok dalam kandang. Gagasan hanya bisa tumbuh dewasa bila dilepas keluyuran seperti ayam kampung, diberi ruang supaya segala macam zat bebas bertandang, diizinkan berbenturan, mati alami atau musnah kecelakaan di perempatan jalan.
Memang tidak banyak yang bersedia menuruti wejangan semacam itu. Sekali gagasan keluar kandang, risiko setia menghadang. Gagasan yang bugar berotot, barangkali dapat lolos dari marabahaya dan paling-paling hanya lecet atau memar di sana-sini. Namun gagasan yang ringkih gontai, nyaris tidak berpeluang melangkahi masa kanak-kanaknya.
Gagasan pun niscaya mengalami padu-padan jika sasarannya adalah penemuan yang berguna bagi kemanusiaan. Gagasan beroperasi dalam bentuk jamak. Bahkan pembehtukan gagasan yang terbetik pada detik ini pun, sesungguhnya mesti digagas sehubungan dengan gagasan-gagasan yang sudah lahir sebelumnya; mungkin seribu tahun silam sudah pernah digagas orang. Apa yang kini merupakan barang “siap pakai” dan “siap saji” adalah olahan bahan-bahan baku yang panjang sejarahnya.
Pun kelak barang jadi zaman kita ini, akan menjadi bahan mentah buat sajian berikutnya. Dengan diterbitkannya gagasan ke dalam sebuah buku yang lebih baik, diharapkan dapat menjadi titian utama kaum intelektual/pengambil kebijakan publik/siapa pun dengan masyarakat yang lebih luas. Dari diterbitkannya gagasan dari kaum intelektual/pengambil kebijakan publik/siapa pun itu, segala gagasan dimaksud bisa sampai ke seberang titian tempat masyarakat luas telah menanti.
Menerbitkan gagasan ke dalam sebuah buku, pada intinya mempunyai prospek merealisasikan tuntutan sosial bahwa kaum intelektual/pengambil kebijakan publik/siapa pun itu, harus bertanggung jawab memberi manfaat bagi masyarakat lebih luas; mewujudkan impian penulis menjadi kenyataan, dalam sebuah karya tulis monumental; memberi momentum positif dalam hidup penulis (kepuasan rohaniah); melengkapi referensi pemikiran masyarakat.
Memang, dalam perjalanannya, gagasan –yang dituangkan ke dalam sebuah buku lebih baik—harus melalui rambu-rambu atau konvensi kepenulisan, agar mampu tumbuh dan beranjak dewasa dalam memberi sumbangsih atas nama kemanusiaan. Namun yang terlebih dahulu, gagasan itu mesti dilahirkan. Kalau tak lahir, maka tak hidup (meminjam syair lagu Rita Ruby Hartlan).
Beranjak dari semua itu, gagasan yang “dewasa” menuang dalam sebuah buku yang baik. Dengan demikian, meski kita membangun rumah di tengah hutan, namun dunia pasti akan membuat jalan sampai ke pintu rumah kita. *