DISADARI atau tidak, terkadang kita terjebak pada perdebatan yang seringkali tidak ada artinya. Perdebatan bisa terjadi karena masing-masing merasa pendapatnya benar, lebih benar dan paling benar. Celakanya, kalau salah satu dari mereka tidak memahami masalah. Lebih parah lagi kalau keduanya adalah orang yang tidak memahami substansi masalah. Lantas, apa yang harus kita lakukan? Meneruskan perdebatan ataukah menghentikan perdebatan. Apa sih tujuan perdebatan? Tujuan perdebatan memang baik, yaitu masing-masing pihak mencari pendapat yang benar, lebih benar dan paling benar. Ada berapa macam perdebatan Ada dua macam perdebatan: 1.Dilakukan oleh yang memahami substansi masalah dan memiliki pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang mendukung 2.Dilakukan oleh yang tidak memahami substansi masalah dan tidak memiliki pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang mendukung. ad. 1.Dilakukan oleh yang memahami substansi masalah dan memiliki pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang mendukung. Contoh: Si A dan Si B berdebat soal masalah kemacetan lalu lintas. Keduanya memahami masalah dan keduanya sarjana manajemen. Perdebatan berjalanan secara lancar sebab mereka saling memahami konsep-konsep manajemen. walaupun berbeda sudut pandang, berbeda solusi, tetapi debat yang demikian merupakan debat yang sehat. ad. 2.Dilakukan oleh yang tidak memahami substansi masalah dan tidak memiliki pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang mendukung. Contoh: Si A sarjana ilmu logika sedangkan Si B sarjana ekonomi. Mereka berdebat hal-hal yang berhubungan dengan logika. Tentu saja perdebatan tidak akan lancar karena Si B yang sarjana ekonomi tidak akan memahami format-format berlogika yang logis dan benar. Apalagi, Si B bersikap “sok mengerti” ilmu logika, maka perdebatan yang demikian tak akan menyehatkan pikiran. Kenapa banyak orang tidak mengerti tapi suka berdebat Survei membuktikan bahwa banyak orang yang bersikap snob (sok tahu, sok mengerti sok pintar dan sok-sok lainnya). Biasanya, mereka mengerti sedikit tetapi merasa mengerti banyak. Tidak mengerti tetapi tidak mau bertanya karena ada anggapan kalau bertanya akan dianggap sebagai orang yang bodoh. Keseimbangan berdebat tidak ditentukan faktor pendidikan Ada anggapan keliru, hanya sarjana saja yang boleh berdebat. Seolah-olah mereka yang sarjana lebih mengerti daripada yang bukan sarjana. Padahal, yang sarjana belum punya pengalaman sedangkan yang bukan sarjana sudah berpengalaman. Contoh: Si A sarjana bisnis yang belum punya pengalaman bisnis. Masih teoritis. Sedangkan Si B hanya lulusan SD, tetapi punya pengalaman bisnis dan sukses bisnis. Tentu, argumentasi Si B yang sudah berpengalaman lebih bisa dipercaya (jika dia berbicara jujur) daripada Si A yang belum berpengalaman. Lebih baik menghindari perdebatan Langkah terbaik adalah menghindari perdebatan dengan orang yang tidak mengerti atau tidak memahami masalah atau tidak memiliki pengetahuan atau ilmu pengetahuan pendukung. Sebab, jika perdebatan diteruskan, tidak akan menghasilkan kesimpulan yang bermanfaat. Lebih baik diam atau bicara tentang hal lainnya saja. bahkan jika perlu hindari saja orang yang suka berdebat tetapi dengan cara yang salah seperti itu. Toh, tidak ada manfaatnya. Lebih baik berkarya Daripada berdebat yang buang-buang energi dan tidak ada manfaatnya, lebih baik berkarya, berkreasi ataupun berinovasi. Ini jauh lebih bermanfaat bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Semoga bermanfaat. Catatan: -Maaf, saya jarang sekali membaca komen-komen. Hariyanto Imadha Pengamat Perilaku Sejak 1973
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H