KEJAHATAN narkoba merupakan salah satru kejahatan extra ordinary di samping korupsi dan terorisme, sebab dampak negatifnya sangat luar biasa. Oleh karena itu, logikanya, kejahatan extra ordinary harus mendapatkan hukuman yang luar biasa berat, terutama hukuman mati. Apalagi hukuman mati tidak bertentangan dengan konstitusi . Baru kejahatan terorisme yang dijatuhkan hukuman berat, terutama hukuman mati. Sedangkan hukuman bagi para koruptor secara umum masih tergolong sangat rendah. Sementara itu hukuman mati bagi bandar narkoba sebenarnya juga pernah dilakukan di Indonesia.
Namun, banyak orang menjadi sangat kecewa ketika SBY memberi grasi kepada para bandar narkoba, mulai dari pengurangan hukuman yang cukup signifikan hingga menggantikan hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Bahkan ada putusan hakim yang memberikan hukuman yang sangat ringan. Grasi memang hak prerogatif presiden, namun harus diberikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang komprehensif dan bijaksana.
Alasan peniadaan hukuman mati bagi bandar narkoba dengan alasan kemanusiaan tidaklah bisa diterima. Satu bandar narkoba bisa membunuh ribuan orang Indonesia terutama generasi muda. Tidaklah bijaksana kalau menyelamatkan satu atau beberapa nyawa bandar narkoba tetapi membiarkan ribuan orang tewas karena narkoba. Alasan hukuman mati karena tidak efektif untuk menurunkan angka kejahatan narkoba atau tidak menimbulkan efek jera atau dengan alasan HAM adalah alasan yang tidak signifikan. Tujuan hukum adalah keadilan. Adilkah bandar narkoba yang mampu membuh ribuan orang dibebaskan dari hukuman mati atau mendapatkan keringanan hukuman yang luar biasa besar? Tidak! Grasi terhadap bandar narkoba seolah-olah mengatakan "Mari kita menjadi bandar narkoba". Benar-benar memprihatinkan. (Hariyanto Imadha)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H