Mohon tunggu...
Hariyanto Imadha
Hariyanto Imadha Mohon Tunggu... wiraswasta -

A.Alumni: 1.Fakultas Ekonomi,Universitas Trisakti Jakarta 2.Akademi Bahasa Asing "Jakarta" 3.Fakultas Sastra, Universitas Indonesia,Jakarta. B.Pernah kuliah di: 1.Fakultas Hukum Extension,UI 2.Fakultas MIPA,Universitas Terbuka 3.Fakultas Filsafat UGM C.Aktivitas: 1.Pengamat perilaku sejak 1973 2.Penulis kritik pencerahan sejak 1973

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik: Pemilu 2014 Jangan Pilih Parpol-Parpol yang Setuju Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

18 Juni 2013   23:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:47 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


SEJAK era Soeharto, penulis sudah berpendapat bahwa subsidi BBM adalah keliru karena merupakan subsidi komoditas atau barang, bukan subsidi personal. Akibatnya adalah, subsidi BBM selalu menguntungkan masyarakat mampu, yaitu pengguna mobil pribadi. Walaupun harga BBM bersubsidi dinaikkan dan ada BLT/BLSM, tetap saja salah sasaran, sebab sekitar 70% subsidi tetap dinikmati masyarakat golongan mampu.

Harga BBM bersubsidi boleh saja dinaikkan atau subsidi BBM dikurangi, tetapi harus bertahap. Misalnya dikurangi Rp 500/liter per empat bulan sehingga dampaknya tidak terlalu drastis. Pengurangan subsidi, terlepas harga BBM internasional naik ataupun turun, harus dilakukan hingga 90%, karena jika 100% akan sama dengan harga BBM internasional. Atau tidak perlu naik karena masih ada beberapa alternatif lain, misalnya menaikkan pajak mobil pribadi hingga 200% karena selama ini merekalah yang menikmati subsidi BBM atau alternatif-alternatif lainnya.

Jika harga BBM bersubsidi dinaikkan dengan Rp 1.000 hingga Rp 2.000 atau lebih per liter, maka dampaknya sangat terasa. Bukan hanya dirasakan masyarakat miskin atau hampir miskin, tetapi seluruh lapisan masyarakat akan terena imbasnya. Apalagi, BLT/BLSM sangat rawan korupsi dan pesan-pesan politik bagi kekuatan parpol tertentu. Yang pasti, masyarakat miskin secara umum pasti punya anggapan bahwa pemerintah dan parpol berkuasa benar-benar pro rakyat. Inilah dampak psikologis-politis yang diharapkan dengan adanya BLSM. Oleh karna itu, rakyat yang menentang kenaikan harga BBM bersubsidi harus memberikan hukuman kepada parpol-parpol yang menyetujui kenaikan harga BBM bersubsidi dan BLSM tersebut. Caranya yaitu, tidak memilih capres,cawapres,caleg yang berasal dari parpol-parpol yang tidak pro rakyat tersebut. Jangan pilih mereka, sebab mereka cuma seolah-olah pro rakyat. Hanya seolah-olah.

Hariyanto Imadha

Pengamat perilaku

Sejak 1973

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun