Siang itu, Rabu 07 Januari 2015, saya. istriku “Wieka Wintari dan rekan sekantornya, Mas Fajar, tiba di Marabahan, ibukota Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, yang berjarak sekitar 40 kilometeran dari Kota Banjarmasin. Saat itu istriku dan Mas Fajar sedang dalam rangka menunaikan tugas dari kantor tempat mereka berdua bekerja, KPP Pratama Banjarmasin, untuk menjaga stand pameran Kantor Pajak di Batola Expo 2015.
Berhubung masih dalam suasana libur awal tahun, maka saya pun ikutan dengan mereka untuk memuaskan hasrat hati sebagai traveler blogger. Setelah sowan dengan kepala kantor pajak Marabahan, “Pak Ifran”, kami pun menuju tempat di adakannya Batola Expo 2015 yang tak jauh dari kantor pajak Marabahan. Adapun Batola Expo ini diadakan di Lapangan Lima Desember, terkait dengan perayaan ulang tahun Kabupaten Barito Kuala yang ke 55.
Sementara istriku dan mas Fajar bersibuk ria melayani orang-orang yang ingin mengetahui tentang perpajakan, dan juga melayani para tamu yang berkesempatan mengadu keberuntungan dengan bermain “Dart”, saya pun sibuk berkeliling lokasi Batola Expo 2015. Melihat-lihat siapa tahu ada sesuatu yang unik dan menarik hati.Belum jauh kaki melangkah meninggalkan stand pameran kantor pajak, sudah terlihat sesuatu yang unik dan menarik. Dari jauh terlihat sebuah banner bertuliskan “Wisata Kuliner Kerak Telor Makanan Khas Betawi”. Wow, rupanya Kerak Telor sudah mulai berekspansi keliling nusantara, jauh-jauh dari Kota Jakarta, datang di Marabahan demi memperkenalkan kerak telor sebagai wisata kuliner dari Betawi….luarbiasa :-)
Hitung-hitung saya juga hendak berwisata kuliner, maka saya pun mendekat ke penjual kerak telor tersebut yang ramai dikelilingi para pembelinya, berusaha melihat dari dekat, apa benar ini kerak telor makanan khas Betawi. Terlihat deretan telur bebek dan ayam di salah satu kotak panggul penjual kerak telor tersebut. Ada jugaserundeng, ebi bubuk dan beragam bumbu khas kerak telor, termasuk beras ketan putih tentunya.
Penasaran dengan rasanya, saya lalu menanyakan berapa harga jual kerak telor tersebut. Harganya lumayanlah, Rp. 15.000,- kalau pakai telur ayam, dan Rp. 20.000,- kalau pakai telor bebek. Saya pun lalu memesan satu kerak telor dengan telor bebek, sekadar ingin mencoba rasanya dan membandingkan dengan kerak telor yang di jual di sekitar lapangan Monas, di Jakarta.
Sambil penjual itu memasak kerak telor yang saya pesan, iseng-iseng saya menanyakan namanya dan asal usulnya. Bapak penjual kerak telor itu bernama Pak Sardi, sudah cukup lama ia menetap di Kalimantan Selatan. Tinggalnya di Kota Banjarbaru, berarti sama dong dengan saya yang berdomisili di Banjarbaru juga bila sedang berada di Kalimantan Selatan. Sekali dalam tiga bulan, Pak Sardi pulang kampung menemui istrinya untuk melepas rindu. Wah, ternyata pak Sardi ini penganut LDR alias Long Distance Relationship juga yaaa.
Akan tetapi ternyata bukan soal LDR itu yang membuat saya terperangah, namun jawaban dari Pak Sardi mengenai asal-usulnya yang membuat kuterkejut. Selama ini yang saya tahu, penjual kerak telor yang kerap saya jumpai semuanya berasal dari Jakarta. Namun ternyata Penjual Kerak Telor yang satu ini bukan dari Jakarta, tempat di mana makanan Kerak Telor itu berasal , dan pak Sardi itu juga bukan asli Betawi loh.
Lalu kalau begitu, darimana sebenarnya asal usul Pak Sardi Penjual Kerak Telor ini? Rupanya Pak Sardi ini berasal dari Jawa Tengah, tepatnya dari Kota Solo. Dan segala perlengkapannya untuk berjualan kerak telor juga didatangkan dari Kota Solo. Dengan kata lain, tak ada unsur atau pengaruh masyarakat Betawi dalam aktifitas berjualan pak Sardi selama ini. Pantasan saja, saat saya berbicara dengannya, yang terdengar malah logat Jawa yang sangat medok, dan bukan logat asli Betawi yang bergaya loe-loe, gua gua.
Benar-benar mengejutkan, jauh-jauh kuliner khas Betawi “Kerak Telor” datang hingga ke Marabahan, Kalimantan Selatan, namun ternyata penjualnya bukanlah asli Betawi, bukan pula penduduk Jakarta, melainkan asli dari Kota Solo. Ini benar-benar sesuatu hal yang mengejutkan, setelah kerak telor pesanan ku masak, saya pun mengambilnya dan pergi meninggalkan Pak Sardi sambil geleng-geleng kepala dan berdecak kagum sambil sedikit berteriak dalam hati, wow ternyata penjual kerak telor bukan lagi orang Betawi.
Lalu kemana masyarakat Betawi sebagai pewaris budaya sekaligus pemilik sah kuliner unik Kerak Telor ini. Apa mereka sudah enggan berjualan Kerak Telor lagi yaaa, sampai-sampai yang berjualan Kerak Telor dan melanglang Nusantara saat ini adalah orang-orang dari Kota Solo????
Tabe, salama’ ki’
Keep Happy Blogging Always, Mari Ki’ Di’ :-)