Pura Mangkunegaran dengan "raja" nya Mangkunagoro VII. Kota ini juga memiliki dua masjid utama yaitu Masjid Agung di Keraton Kasunanan dan Masjid al Wustho di Pura Mangkunegaran. Di kota ini juga terdapat dua stasiun radio yaitu Solosche Radio Vereeniging (SRV) berdiri 1933, milik Pura Mangkunegaran dan Siaran Radio Indonesia (SRI) berdiri 1934, milik Keraton Kasunanan.
Kota Surakarta (Solo) pada dasawarsa 1930-an memiliki dua istana yaitu Keraton Kasunanan dengan rajanya Paku Buwono X Â danPura Mangkunegaran memiliki Masjid al Wustho dan Stasiun Radio SRV sedangkan Keraton Kasunanan memiliki Masjid Agung dan Stasiun Radio SRI. Masjid Agung di Keraton Kasunanan jauh lebih besar dan lebih megah dari pada masjid Al Wustho' di Mangkunegaran. Namun stasiun radio SRV di Mangkunegaran lebih modern lebih luas jangkauan siarannya daripada SRI.Â
Dengan demikian pada saat itu, Kota Solo memiliki dua kerajaan, dua raja, dua masjid besar dan dua stasiun radio.Â
 Baik SRV maupun SRI memiliki dua kesamaan program acara yaitu Siaran Langsung Sholat Jumat. Pertanyaanya adalah: dari masjid manakah SRI dan SRV melakukan siaran langsung sholat Jumat? Kemungkinan besar anda akan menjawab bahwa SRV akan melakukan  siaran langsung sholat Jumat dari Masjid Al Wustho dan SRI akan menyiarkan siaran langsung dari Masjid Agung.Â
Namun ternyata jawaban itu hanya setengah benar, tapi tidak sepenuhnya salah. Yang benar adalah bahwa SRI menyiarkan siaran langsung sholat Jumat dari Masjid Agung Keraton Kasunanan dengan nama acara "Samboengan dengan Mesdjid Besar". Ini kebijakan yang wajar karena baik SRI maupun Masjid Agung berada dilingkungan Keraton Kasunanan. Namun ternyata SRV tidak melakukan siaran langsung sholat Jumat dari masjid Al Wustho. Anehnya, SRV juga tidak melakukan siaran langsung dari Masjid Agung Kasunanan Surakarta,Â
Lalu darimana siaran langsung sholat Jumat yang dikumandangkan SRV? Ternyata SRV melangsungkan siaran langsung Sholat Jumat dengan cara merelay siaran sholat Jumat dari siaran SRI, dengan nama acara: "Sembahjang di Masdjid besar Soerakarta (relay S.R.I)"
 Mangkunagoro VII sebagai pimpinan di Pura Mangkunegaran, sebagai penggagas berdirinya SRV bagaimana pun menyadari bahwa dirinya memiliki kedudukan di bawah Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Paku Buwono X yang memiliki gelar "....Senopati Ing Alogo Abdurrahman Sayidin Panotogomo" (...Panglima di Medan Perang dan Penata Agama), sedangkan Mangkunagoro VII tidak memiliki gelar itu. Sehingga, dalam urusan agama Pakubuwono dan seluruh perangkat kerajaan Kasunanan Surakarta-lah yang memiliki otoritas dalam bidang agama Islam.Â
Bila SRV melakukan siaran langsung sholat Jumat melalui masjidnya sendiri di lingkungan Mangkunegaran, maka hal itu bisa dianggap melampaui kewenangan Mangkunagoro VII. Jika itu dilakukan akan menimbulkan persaingan antara SRV dan SRI dalam memperebutkan pengaruh di masyarakat dalam hal otoritas agama. Bisa pula menimbulkan persaingan dalam memperebutkan otoritas agama antara dua masjid besar itu. Bahkan, lebih jauh bisa berpotensi menjadi persaingan antara dua raja dalam memperebutkan pengaruh kepada umat Islam. Ini adalah sesuatu yang kontraproduktif bagi dua kerajaan itu. Baik Mangkunagoro VII dan Paku Buwono X dikenal memiliki visi yang kooperatif bukan destruktif.Â
Mangkunagaro VII dalam hal ini lebih mengutamakan kewajiban untuk menjaga keharmonisan dalam kehidupan beragama di tanah Jawa. Jika Mangkunagoro VII hanya ingin memenuhi hak nya saja sebagai pemilik stasiun radio, maka bisa saja SRV menyiarkan sendiri siaran sholat Jumat dari masjid al Wustho. Atau SRV merelay langsung Sholat Jumat dari Masjid Agung, karena SRV memiliki peralatan sendiri. Namun itu tidak dilakukan, meski SRV memiliki kemampuan teknis dan peralatan yang lebih canggih daripada SRI. Inilah etika dalam menyiarkan agama yang dipegang teguh oleh SRV pada masa Mangkunagoro VII
Konteks pengaruh dan dampak radio, sudah pasti tidak bisa dibandingkan dengan zaman now dimana saat ini radio sudah banyak ditinggalkan orang. Konteks yang harus kita pahami adalah pada zaman old itu radio adalah satu-satunya teknologi komunikasi massa yang paling berpengaruh. Pengaruh media penyiaran radio jauh melampaui pengaruh surat kabar, karena radio hanya memerlukan telinga tidak perlu keterampilan membaca dimana pada saat itu masyarakat masih banyak yang buta huruf. Radio adalah "media sosial" di zaman old itu. Karena itu, kesalahan dalam menerapkan kebijakan siaran akan berakibat fatal bagi masyarakat. Ketegangan antara dua kerajaan itu akan menimbulkan keresahan di masyarakat, apalagi ini menyangkut isu agama yang sensitif. (Sekadar catatan, perang antara Keraton Kasunanan melawan RM Said (kelak Mangkunagoro I) pernah terjadi selama 16 tahun di abad ke 18). Â
Mangkunagoro VII telah memberi contoh bahwa siaran agama (dalam hal ini sholat Jumat) tidak digunakan untuk sekedar mencari tambahan jumlah pendengar (bukan untuk meningkatkan rating). Siaran agama juga tidak digunakan untuk sekedar mencari tambahan dukungan publik (pencitraan). Meskipun kesempatan dan fasilitas tersedia sepenuhnya. Siaran agama bertujuan untuk melayani kebutuhan masyarakat akan acara yang religius. Untuk memberikan warna bahwa siaran radio tidak hanya hiburan semata, siaran radio juga harus memberikan edukasi, siraman rohani.Â