Tidak bisa dipungkiri bila saat ini kita berada di era globalisasi. Sebuah era dimana hampir tidak ada batas antara satu wilayah bahkan negara dengan wilayah dan negara lainnya karena arus komunikasi dan transportasi berputar sangat cepat serta terjadi di semua bidang. Proses globalisasi ini tidak hanya terjadi di negara kita saja atau negara berkembang tetapi di semua belahan dunia. Proses globalisasi tentu membawa dampak terhadap perilaku masyarakat dan tidak terbatas oleh usia. Globalisasi membawa dampak positif dan negatif yang berujung pada perilaku masyarakat sehingga kita harus cerdas memilih dampak yang ditimbulkan agar terhindar dari perilaku buruk.
Perubahan perilaku terbesar yang terjadi pada masyarakat diantaranya pada nilai-nilai dan gaya hidup. Saat ini telah terjadi pergeseran nilai-nilai kehidupan yang telah lama diwariskan oleh leluhur kita. Rasa kekeluargaan dan gotong-royong akhir-akhir ini mulai memudar. Masyarakat cenderung hidup individualistis terlebih di kota-kota besar. Masyarakat kita juga mulai menerapkan gaya hidup seks bebas. Gaya hidup ini berasal dari dunia barat yang melazimkan hubungan seks pria dan wanita sebelum pernikahan atau perbuatan asusila lainnya. Perilaku nyata saat ini adalah banyaknya remaja usia sekolah yang melakukan hubungan seks di luar nikah dan dapat berakibat pada kehamilan.
Globalisasi tidak hanya merubah perilaku masyarakat tetapi juga membawa dampak luas terutama dalam bidang ekonomi. Globalisasi menuntut setiap negara memiliki sumber daya manusia yang berkualitas sehingga menghasilkan produktivitas tinggi dan inovasi agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan negara lain. Hal ini merupakan efek dari pasar bebas yang berlaku seperti Asean Free Trade Area (AFTA) atau Asia Pasific Economic Cooperation (APEC). Pemberlakuan pasar bebas ini menyiratkan pentingnya memiliki sumber daya manusia yang memiliki nilai saing tinggi.
Ada sebuah ungkapan yang muncul di tengah arus globalisasi yaitu Think globally and act locally. Ungkapan sederhana namun kaya makna. Jika dikaitkan dengan globalisasi, ungkapan ini memiliki pengertian orang yang berpikir global namun tidak melupakan budaya atau nilai-nilai asli. Pelopor ungkapan ini sering dikaitkan dengan seorang perencana kota Skotlandia yang juga seorang aktivis sosial yaitu Patrick Geddes yang lebih menggunakan ungkapan itu dalam bidang lingkungan. Penulis menilai ungkapan ini cocok diterapkan untuk bangsa kita dalam menghadapi era global dimana kita sudah meninggalkan nilai-nilai asli (positif) yang diwariskan untuk kita. Tujuan dari ungkapan ini adalah menciptakan sumber daya manusia yang berkompeten.
Kita harus berpikir jauh ke depan untuk jadi pemenang di era global. Kita tentu tidak ingin hanya menjadi penonton di negeri kita dengan sumber daya alam melimpah.Salah satu penerapan dari pemikiran tersebut adalah memiliki kecerdasan intelektual yang baik. Hal itu dapat kita peroleh dengan terus belajar dan up-grade pengetahuan tanpa mengenal usia. Bahkan mempelajari hal-hal baru yang tidak kita kenal dan miliki sebelumnya. Penerapan lainnya adalah menguasai bahasa asing. Tak dapat dipungkiri bila penguasaan bahasa asing terutama bahasa inggris sebagai bahasa internasional merupakan salah satu keharusan mengingat di era global seperti sekarang kita akan berkomunikasi dengan banyak orang dari penjuru dunia yang menjadikan bahasa inggris sebagai alat komunikasi. Menguasai teknologi informasi juga salah satu aplikasi yang mesti kita terapkan. Alasannya saat ini kita sudah memakai peralatan kerja atau peralatan lainnya yang telah memakai tenaga mesin atau sistem komputerisasi dan bersifat dinamis.
Rasa nasionalisme menjadi begitu penting di era global karena banyaknya budaya luar termasuk produk yang masuk sehingga kita tetap harus mengenal dan mencintai budaya dan produk buatan negeri sendiri. Sementara saat ini banyak masyarakat yang menerima begitu saja budaya luar tanpa menilai baik-buruknya. Pun norma-norma yang berlaku di masyarakat seperti norma kesopanan dan norma susila tetap kita jalankan di tengah banyaknya pengaruh global yang tidak sesuai dengan norma kita. Kedua norma ini menjadi penting mengingat memburuknya perilaku masyarakat dan merebaknya seks bebas terutama di kalangan pelajar yang semakin meresahkan. Penerapan lainnya adalah tidak meninggalkan ajaran agama karena ajaran agama akan menuntun kita untuk berbuat baik dan benar. Jika kita mampu menerapkan itu semua, mewujudkan manusia Indonesia yang siap menghadapi era global semakin mudah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H