Mohon tunggu...
HARIS ZAKY MUBARAK
HARIS ZAKY MUBARAK Mohon Tunggu... -

Sejarawan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Generasi Terdidik dan Tercerahkan

5 Juli 2012   01:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:17 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona








Sebagian dari masyarakat kita di masa kepemimpinan kedua Presiden SBY saat ini banyak yang mengopinikan keresahan dengan keadaannya Hampir disegala dimensi kehidupan sudah dipersepsikan oleh masyarakat tengah mengalami pergeseran nilai-nilai sosial yang mengakibatkan terjadinya krisis moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perilaku maraknya praktik korupsi yang dilakukan oleh kalangan terdidik yang menduduki beberapa jabatan dalam elite politik maupun birokrasi pemerintah merupakan contoh bahwasanya krisis moral itu sungguh terjadi.

Pendidikan yang menjadi aspek utama dalam mengatasi terjadinya krisis moral nyatanya sering mendapatkan tudingan sinis dan dianggap bahwa pendidikan yang dikembangkan saat ini justru lebih mengarahkan pada penanaman perilaku amoral. Kita tentu masih ingat dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Ketua DPR RI  Marzuki Alie pada awal bulan Mei 2012 yang pernah “menyalahkan” beberapa Perguruan Tinggi Negeri terkemuka di Indonesia sebagai pencetak pelaku korupsi di Indonesia.

Memang perlu dicermati secara sungguh –sungguh berbagai masalah bangsa yang amat memprihatinkan dan mengusik rasa keadilan masyarakat seperti halnya korupsi dan kejahatan penghianatan sikap kenegarawan lainnya, karena semuanya secara gamblang memang harus diakhiri oleh sebab semua itu menjauhkan kita pada cita- cita proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sementara menyikapi opini negatif terhadap potret dunia pendidikan kita sekarang yang dianggap belum mampu menjadi solving problem atas urgensinya kebutuhan sosial dalam tantangan zaman. Mungkinkah kita  masih memandang dunia pendidikan sebagai perihal penting yang merupakan janji kemerdekaan Indonesia yakni untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa.

Masih ada perhatian bisa jadi merupakan jawaban sementara dari pertanyaan itu akan tetapi perhatian penting itu mungkin saja telah luntur karena tidak adanya pedoman kesadaran watak nasional yang memungkinkan manusia Indonesia untuk tulus termotivasi menjadi manusia Indonesia yang terdidik dan tercerahkan.

Pendidikan dengan pembelajarannya memang memerlukan proses dan waktu dalam mewujudkannya. Tidak mungkin membentuk sikap mental positif hanya dalam hitungan hari maupun bulan. Ia membutuhkan keteladanan, kedisiplinan, keuletan, dan kegigihan. Setiap institusi pendidikan harus memiliki tanggung jawab besar dalam menunaikan sasaran proses pendidikan itu. Pendidikan bukan hanya transfer ilmu, dan juga bukan hanya mengajarkan suatu keterampilan semata. Pendidikan harus menjadi menjadi inspirasi perubahan sejarah yang lebih baik, membebaskan manusia dari berbagai keterbelakangan dan sekaligus membangun masa depan Indonesia yang lebih baik

Bila kita cermati, konsep pendidikan yang dirancang saat ini tidak bisa kita pungkiri tampak belum jelas ke mana arah yang ingin dibawa. Pendidikan kita sekarang masih sering diasumsikan sebatas sarana guna mendapatkan hasil yang relevan dengan kebutuhan institusional atau fase untuk mendapatkan pekerjaan. Tak heran pendidikan seperti itu pun dipahami sebagai kegiatan yang sifatnya rutinitas tanpa membawa pesan makna edukasi  berarti kedepannya. Sementara harapan besarnya, melalui proses pendidikan itu nantinya diharapkan mampu mrwujudkan manusia-manusia Indonesia yang cerdas seutuhnya.

UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 sebenarnya sudah menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak juga peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, lalu menjadi warga negara yang demokratis juga bertanggung jawab. Tetapi sampai sekarang semua hal itu belum mampu memberikan kontribusi yang konkrit dalam meningkatkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.

Hemat Saya, pendidikan kita sekarang harusnya sudah menjadi inspirasi model otentik bagi manusia Indonesia lainnya  dengan adanya keteladanan, kontestasi ketulusan kesatuan antara ucapan dan tindakan,antara tekad dan cara- cara visioner untuk masa depan Indonesia dengan tetap berkearifan sosial  dan berkonsesnsus untuk merawat seluruh komponen Indonesia.

Bila pendidikan sekarang mampu kita konstruk sebagai spirit harapan bersama yang menjadi sumber kesadaran arah (sense of direction) dan kesadaran akan tujuan (sense of purpose) dalam konteks berbangsa dan bernegara maka manusia Indonesia disetiap penjuru Negara Kesatuan Republik Indonesia itu akan merasa terdorong dengan penuh kerelaan setulus hati untuk mendukung dan berpartissipasi dalam perjuangan nasional. Dorongan yang membudaya seperti itu sesungguhnya akan logis mewujudkan Indonesia sejahtera sebenar – benarnya

Harap selalu diingat dalam kesadaran nasional kita bahwasanya Indonesia dalam perjalanan sejarah dunia pendidikannya berkondisi tidak sama dengan apa yang kita lihat  seperti sekarang ini ,dimana sistem dan perangkat pendidikan sudah kita miliki.  Kita pernah berada pada situasi yang belum terdidik dengan penguasaan baca tulis yang masih minim secara kuanititas, dimana yang bisa membaca dari rakyat pribumi Indonesia hanya sekitar 6,44 persen. Di negeri yang dulu bernama Hindia Belanda ini hingga memasuki abad ke-20 jumlah sekolah di negeri kita ini sangatlah terbatas. Sekolah rendah dari pemerintah seluruhnya hanya berjumlah 601,sedangkan jumlah penduduk saat itu diperkirakan sebanyak 37 juta. Dari peta penyebaran sekolah pun terlihat pula perkembangan daerah - daerah Indonesia yang sama sekali tidak seimbang.

Ditengah kondisi pendidikan yang sama sekali tidak menguntungkan tersebut. Semangat optimisme untuk bangkit dari kebodohan dan ketidakadilan itu hadir. Kebangkitan dari dunia pendidikan kita saat itu diinspirasi dengan pemikiran nasionalisme yang juga tengah terbangun di beberapa kawasan dunia. Pemikiran nasionalisme yang sudah ada sejak 1910-an itu ditandai dengan munculnya sekelompok kecil cendikiawan muda yang memandang bahwasanya dunia modern sebagai tantangan kebutuhan masyarakat yang lama merasakan banyak proses penindasan penjajahan.Dimasa ini para cendikiawan muda kita sudah memiliki kesadaran diri berupaya hadir sebagai pemimpin potensial masa depan.Mereka sadar bahwa masyarakatnya saat ini berada dalam kelompok yang terbelakang, tidak berdaya dan selalu tertindas karena konstruksi sosial yang dibangun penjajah. Cendikiawan muda saat itu sudah mendiskusikan akan kemungkinan adanya pembaharuan.

Selama 1920 - an jumlah cendikiawan kita mengalami peningkatan dan semua itu dibuktikan dengan banyaknya yang mengambil pendidikan diluar negeri. Seiring dengan intensitas waktu yang berjalan diskusi-diskusi yang tadinya kurang terarah dan kurang visioner itu pun berkembang menjadi pemikiran kritis yang sistematis untuk menilai tentang pemerintah jajahan. Pada 1920, nasionalisme dipandang sebagai sesuatu hal yang menarik dan mengasyikan. Tumbuhnya rasa kebangsaaan disertai besarnya gerakan persatuan dalam melawan penindasaan terhadap masyarakat pribumu yang lemah, lahirnya sikap konsisten nonkooporasi terhadap penjajah dan didestinasikan dalam rangka memobilisasi kekuatan moral massa rakyat untuk bergerak bersama dalam menyongsong pembaharuan. Semua gerakan  itu berasal dari kaum terpelajar,mereka hadir sebagai pembawa suksesi. Dicerminkannya nilai nilai kesadaran nasionalisme  yang  dikelola kaum terpelajar sebagai output dari tempaan pendidikan tinggi Barat saat itu telah mendapatkan kedudukan terhormat khususnya di Pulau Jawa. Di akhir 1920- an kaum muda  kita ini juga sudah berani mengkonstruk bagaimana cara terbaik untuk mencapai  kemerdekaan itu dan berani memikirkan skematis seperti apa yang akan disi setelah kemerdekaan itu dicapai.

Bukti sejarah lain dengan pendekatan idealis nasionalitik seperti yang Saya kemukakan sebelumnya tadi sesungguhnya juga pernah pula dicontohkan oleh Bung Hatta dalam pleidooinya “Indonesia merdeka” (Indonesie Virj) maret 1928 yang kemudian dikuatkan lagi dalam momen historis peristiwa sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928.Idealis nasionalitik itu pun juga kita temukan dalam kobaran pidato Bung Karno Indonesia Menggugat (Indonesia Klag Aan) pada tahun 1930  hingga tercapainya Indonesia merdeka pada 1945 melalui proklamasi kemerdekaan. Kesemua merupakan bukti nyata bahwa sebenarnya kalangan terdidik saat itu memang memiliki rasa optimisme perjuangan yang sangat tinggi supaya mampu mewujudkan Indonesia tetap eksis hingga sekarang.

Besarnya kebulatan tekad dalam menunaikan apa yang menjadi impian besar dari masyarakat pribumi.inilah yang dipandang sebagai great poin dari tinjauan kondisi pendidikan saat itu  karena berperan sebagai jembatan emas dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Soekarno dan Hatta adalah sosok nasionalis yang berangkat kalangan terdidik yang mendapatkan pendidikan tinggi dan tercerahkan untuk mau berjuang bersama  mewujudkan mimpi kemerdekaan yang diimpikan masyarakat pribumi. Bahkan sesudah proklamasi kemerdekaan pada Agustus 1945 tokoh – tokoh nasionalis ini pula yang menjadi tokoh -  tokoh sentral Pemerintah Indonesia yang masih  muda.Ada gagasan-gagasan otentik dan brilian  dari tokoh –tokoh nasionalis ini yang mampu dikontestasikan kepada masyarakat yang kemudian masuk dalam jangkauan  kerangka pikir sederhana masyarakat saat itu ,untuk serentak bersama –sama bergerak mendukung pemimpinnya menata Indonesia yang baru dirintis.

Pembelajaran terpenting yang menjadi motivasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan saat ini berkaca dari banyak hal yang Saya kemukakan tadi. Isi pembelajaran terpentingnya adalah sebagai generasi penerus bangsa seharusnya kita mampu melihat secara cerdas untuk selalu terinspirasi dari sejarah emas pendirian bangsa dan negara ini dimana kalangan terdidiknya pada masa itu sudah mampu memberikan kontribusi penuhnya sebagai suksesi mencapai Indonesia merdeka. Ini adalah model yang layak kita contoh. Titik tolak pemikiran yang dikembangkan oleh tokoh nasionalis saat itu adalah berpangkal keyakinan bahwasanya bangsa Indonesia sebagaimana bangsa – bangsa lain didunia juga mempunyai dinamika sendiri dengan kemampuan untuk membangun dirinya sendiri. Keyakinan kuat dari dalam diri sendiri yang mempunyai kemampuan dan keberanian untuk mengubah nasibnya sendiri, berkemampuan membangun alamnya, membangun manusianya dan membangun budayanya sendiri. Tidak takut dengan perubahan zaman dan  tantangannya dengan beragamnya ide- ide baru yang datang , selalu bersikap kritis,berjiwa besar,konsisten dan berani memberikan solusi atas setiap permasalahan untuk negerinya.

Konsep negara bangsa yang sudah dikenal  sejak abad ke -19 dengan dasar konstruksi negara sebagai wilayah,struktur organisasi pembagian fungsi dan sebagainya dengan konsep bangsa yang merupakan “komunitas yang dibayangkan” (Imagined Communities) sebagaimana pikiran Benedict R.O’G Anderson yang legitimasi dan hak- haknya menjadi normatif dalam kehidupan modern, maka Indonesia hari ini sesungguhnya sudah  harus lebih tersadarkan bahwa dirinya adalah realita kebangsaan dari kehidupan manusia di dunia.

Indonesia dengan ciri- ciri budayanya sejujurnya tengah menjadi model dari banyak negara di dunia karena state in making Indonesia nyatanya masih survive,meskipun kondisi keperihatian Indonesia hari dari internalnya masih menjadi luka yang butuh pengobatan ampuhnya.Indonesia adalah kenyataan dinamis yang terus menerus bergerak, berproses dalam banyak situasi dan kondisi.Oleh sebab  itu tidak dibenarkan generasi terdidik Indonesia hari ini untuk memandang Indonesia seperti halnya benda mati statis , yang tidak butuh energi pembaharuan, tidak mengalami perubahan dan pertumbuhan baru lagi.

Dan tidak dibenarkan pula, bila generasi terdidik Indonesia sekarang ini yang juga memiliki ide  - ide terbaik untuk bangsa dan negara ini dalam kenyataan ruang aplikasinya tidak mampu untuk berhadapan dengan jiwa – jiwa kerdil dari dalam dirinya sendiri seperti yang biasa dikatakan Bung Hatta bahwa jiwa kerdil itu adalah musuh besar. Sikap kerdil yang sekarang marak dilakukan oleh kalangan terdidik dari para tokoh nasional kita yang ditunjukkan dengan suburnya perbuatan yang merugikan negara seperti halnya korupsi menjadikan Indonesia yang dulu besar karena mampu mencapai kemerdekaannya yang di cita- citakannya seperti tengah  berada dalam  kubangan dekadensi moral yang dilemik.

Selain persoalan korupsi ada pula gambaran negatif lainnya untuk menunjukkan betapa sikap kerdil itu sedemikian besarnya telah memasuki jiwa manusia Indonesia yakni dijadikannya pendidikan sebagai suatu komoditas dan hal ini sayangnya justru dilakukan oleh kalangan pendidiknya langsung, beberapa oknum yang menjadi penanggung jawab maju atau tidaknya kualitas pendidikan Indonesia hari ini justru menjadikan pendidikan sebagai lahan bisnis untuk mendapatkan keuntungan pribadi (uang) yang sebesar- besarnya,perihal yang demikian inilah yang sesungguhnya merusak kualitas Sumber Daya Manusia kita dalam membangun Indonesia.

Bisa jadi kalangan pendidik seperti ini tidak tahu amanat penting dari Bung Karno dalam sejarah untuk selalu berupaya menghindari terjadinya exploitation de I”homme par I”homme ataueksploitasi manusia oleh manusia lain, istilah yang seharusnya menjadi acuan destinasi pendidikan kita saat ini karena esensi pendidikan sesungguhnya ialah menginginkan adanya pencerahan baru, suatu konstruksi cerdas yang selalu responsif dengan peningkatan kualitas. Bila hal ini terus saja dilakukan maka jelaslah hal ini telah berkontrafaktual dengan upaya cita – cita kemerdekaan Indonesia untuk mencerdaskan kehidupaan bangsa sebagaimana pembukaan UUD 1945.

Oleh karenanya, sungguh menjadi kewajiban kita untuk kembali tersadarkan berupaya terbiasa mendewasakan diri mengembangkan sikap yang berwatak nasional dengan menggunakan pendekatan pemahaman sejarah bangsa dan negara Indonesia, supaya dalam tinjauan luasnya sikap itu mampu menjadi jawaban untuk mengakhiri setiap krisis ataupun tantangan yang dihadapi negara bangsa ini.

Bila kita sudah terbangun dengan kemantapan kesadaran untuk mengembangkan watak nasional ini maka dunia pendidikan kita nantinya akan menjadi petunjuk emas dalam menatap masa depan Indonesia dan dunia pendidikan sekali lagi mampu mengambil peranan pentingnya seperti yang pernah ditorehkan oleh kaum muda sebelum Indonesia merdeka yakni berperan besar dalam penyatuaan seluruh kekuatan bangsa dan negara Indonesia.             Semua itu dapat kita mulai dengan memahami pengalaman  perjalanan panjang sejarah Indonesia yang terus bergerak untuk hidup menjadi bangsa dan negara besar.Menarik pelajaran baik yang terjadi di masa lalu dan bertekad untuk mencontohnyaadalah ilmu yang harus kita inspirasi. Dalam ilmu kesejarahan, kita tidak dapat mengesampingkan fakta pentingnya sebuah upaya dalam membangun kesadaran berdasar  wawasan sejarah. Perspektif ini melihat segala kesinambungan masa lampau, masa kini dan masa depan.

Guna menyiapkan diri menata Indonesia yang kaya dengan kalangan terdidik dan tercerahkan diperlukanlah sikap – sikap rendah hati untuk mau menjadi manusia Indonesia yang terdidik dan tercerahkan. Pembangunan pola pikir ini dalam konten berbangsa dan bernegara mesti disikapi sebagai kesadaran penuh yang berkomitmen panjang dan bukan lagi dipandang sebagai print of demand semata karena perspektif  ini   cendrung memandang Indonesia dalam jangka pendek.

Bila semua yang ditata tadi berjalan dengan baik maka dalam waktu yang tidak berapa lama lagi, kita  tentu menyaksikan  generasi emas satu masa depan bangsa dan negara yang sudah membawa kita pada tingkat kematangan dan kedewasaan yang lebih tinggi, membawa Indonesia dalam konteks kesejahteraan yang lebih segar, bermamfaat secara kontinu dan mampu menjadi suatu rujukan berharga bagi generasi berikutnya dalam mengisi agenda pembangunan bangsa dan negara Indonesia.

HZM, Yogyakarta, 13 Juni 2012

.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun