Mohon tunggu...
HARIS ZAKY MUBARAK
HARIS ZAKY MUBARAK Mohon Tunggu... -

Sejarawan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebijaksanaan Orang Tua Memilih Sekolah

5 Juli 2012   01:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:17 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setiap orang tua, tentu mengharapkan didapatkannya proses pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya Saat orang tua dan siswa bingung dalam memikirkan bagaimana mendapatkan sekolah baruuntuk pendidikan jenjang lanjutan. Banyak pertimbangan matang yang harus dimiliki sebelum memutuskan kemana nanti anaknya akan meneruskan sekolah. Terlebih sebelum pendaftaran resmi dibuka beberapa sekolah nayatanya sudah membuka pendaftaran sehingga hal ini tentu saja menambah kebingungan orang tua.
Dalam kondisi yang demikian sejumlah sekolah baik yang unggulan maupun non unggulan memiliki sikap yang berbeda – beda dalam menyikapi hal ini .Sekolah –sekolah yang menjadi unggulan dan pilihan favorit selalu kewalahan dalam melayani penerimaan siswa baru, sementara disisi lain pemandangan berbeda justru terjadi di beberapa sekolah non unggulan yang tampak dengan jelas mengalami kekurangan murid karena minat dalam memilih sekolah unggulan atau favorit telah menjadi pilihan pertama bagi para calon siswa baru. Tidak salah muncul pendapat umum bahwa sekolah non unggulan atau bukan favorit itu hanya menunggu ‘sisa’ calon siswa baru dari mereka – mereka yang tak lulus di sekolah unggulan..
Fenomena sepertiini mungkin bisa dikatakan kurang sehat karena hanya terfokus pada sekolah tertentu dan memandang rendah kemampuan sekolah lainnya. Namun inilah kondisi realistisnya yang tidak bisa kita tutupi. Mayoritas orang tua hanya menginginkan anaknya masuk sekolah tertentu yang benar – benar unggulan dan bukan pada sekolah non unggulan.
Pengamatan para orang tuayang melihat bagaimana perkembangan daftar atau list sekolah favorit setiap tahun di daerah mereka, memang menjadi satu akar persoalan mengapa selalu saja terjadi kesenjangan dalam memberikan penilaian reputasi terhadap masing – masing sekolah. Perbedaan penilaian itu pun dibuktikan dalam sebuah kondisi nyata dimana setiap penerimaan calon siswa baru, dari pihak sekolah unggulan cendrung disikapi secara santai saja karena tanpa banyak pengumuman pun mereka sudah mendapatkan banyak peminat yang akan menyerbunya. Berbeda dengan sekolah non unggulan, meski sudah banyak dibuat pengumuman tetap saja dalam rangka mengantisipasi terjadinya kekurangan murid pihak sekolah harus melakukan lagi promosi besar – besaran. Kenyataan ini paling tidak sudah memberi gambaran para orang tua untuk lebih bijaksana dalam memilih dan tidak ragu membuat keputusan.
Dalam analisa sosial, keinginan dari para orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya ditempat yang diyakini handal dan terbaik adalah sebuah putusan yang wajar. Oleh karena dari pihak orang tua bisa jadi juga sudah memonitor dari tahun ke tahun bagaimana perkembangan prestasi sekolah sehingga putusan yang dibuat dalam hal menyekolahkan anaknya di sekolah yang unggulan dan favorit itu lahir dalam keadaan objektif yang berjalan dan bukan putusan yang mereka buat secara instan .
Para orang tua memang berhak untuk merasa bangga bila melihat anaknya ternyata mampu tembus masuk di sekolah unggulan tersebut. Namun, tetap saja ada perihal yang harus kita cermati.bila putusan orang tua dalam hal menyekolahkan anaknya didasari karena pertimbangan matang dari pengamatan objektif dan karena melihat kemampuan si anak yang juga menunjukkan kecerdasan dan keunggulannya diatas rata –rata anak seusianya, maka putusan itu masih dipandang tepat. Tetapi bila pilihan dari orang tua itu dibuat karena desakan keinginan pribadi karena didasari pertimbangan yang semata – mata melihat pada desakan kebutuhan eksternal karena takut malu bila diketahui anaknya bersekolah di sekolah non unggulan, maka pilihan putusan menyekolahkan anak seperti ini sungguh patut direnungkan kembali.
Dalam pengamatan Saya, salah satu tren pilihan yang mulai tinggi untuk digemari mayoritas orang tua saat ini memang mulai mengarah pada kecendrungan untuk memberikan pilihan pendidikan bagi anak - anaknya diwadah pendidikan yang mahal,bergengsi, punya nama dan memiliki kelengkapan fasilitas Patut disadari bersama, bahwasanya pendidikan yang terbaik bukanlah pendidikan yang hanya menjual sisi mahal dan bergengsi.
Munculnya kekhawatiran dari fenomena seperti ini dalam kondisi pendidikan nasional kita jelaslah sangat tidak berkontributif dalam konteks perbaikan kualitas pendidikan nasional. Masyarakat kita memang terkadang masih gampang terpikat untuk menyukai sebuah konsep pendidikan yang mahal dan bergengsi.
Salah satu kesenangan masyarakat kita dalam menetukan pilihan pendidikan anaknya pada tren mahal dan bergengsi bisa dicontohkan dengan banyaknya para orang tua yang berbondong – bondong menyekolahkan anaknya pada sekolah yang dikatakan berlebel RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional). Maraknya sekolah -sekolah yang menggunakan label RSBI pada sejumlah sekolah di daerah-daerah, tidak diimbangi dengan pemahaman secara benar dari para orang tua. Label internasional yang seringkali diasumsikan untuk meningkatkan brand mark gengsi sekolah dan juga kepentingan komersialisasi lembaga pendidikan agar lebih diminati peserta didik kenyataannya juga di anggap cocok oleh para orang tua sebagai pilihan kelas wahid tanpa banyak peduli untuk melakukan pertimbangan.
Disisi lain dengan adanya segmen peminat yang sedemikian rupa, setiap sekolah yang merasa telah memiliki fasilitas belajar-mengajar yang lengkap, memakai jasa tenaga pengajar lulusan S2 dan menggunakan pengantar bahasa asing dalam proses belajar mengajarnya seperti tampak berlomba – lomba memproklamirkan diri sebagai bagian dari sekolah berstandar internasional.Dan hal ini pun menjadi ajang ikut –ikutan.
Kalau sudah berstatus RSBI, seringkali fenomena ini diikuti pula dengan munculnya biaya-biaya lebih besar yang harus dibayar orang tua siswa yang anaknya bersekolah di sekolah tersebut. Bagi orang tua yang berpenghasilan cukup saja tentunya terasa berat karena mesti berjuang dengan keras bagaimana mendapatkan uang lebih supaya anaknya dapat melanjutkan sekolah.
Hal lainnya dari fenomena RSBI yang menarik untuk kita cermati, bila kita berkaca pada sekolah-sekolah yang ada di luar negeri, meski tak menyandang status internasional, sekolah-sekolah di luar negeri tetap saja diminati oleh peserta didik baru, karena memang sekolah tersebut mampu memberi inspirasi orang datang untuk belajar. Artinya sangat jelas bahwasanya hal yang sesungguhnya membuat keberadaansekolahitu menjadi dinilai sangat berkualitas adalah karena disana adanya pengelolaan baik dari proses belajaryang benar – benar mendidik, mencerahkan sekaligus menginspirasi bukan perkara gengsi. Siswanya benar – benar diproses hasilkan menjadi generasi terdidik dan tercerahkan yang mampu memberikan banyak kontribusi kepada masyarakat, bangsa dan negaranya serta interaksi penting lainnya.
Memang percepatan era persaingan dalam memilih sekolah yang terbaik sangatlah telah banyak memunculkan berbagai tantangan bagi para orang tua untuk membijaksanainya secara matang . Munculnya sekolah unggulan, non unggulan hingga fenomena RSBI memang telah menjadi bentuk keragaman tersendiri,.Bagaimana tidak, untuk mendapatkan sekolah yang diinginkan saja kenyataannya saat ini semakin sulit. Ditengah kondisi seperti itu, hal yang tak hentinya selalu Saya ingatkan dalam pesan moril untuk selalu direnungkan bersama adalah jangan sampai ditengah kompleksnya tantangan kondisi raihan dalam mendapatkan satu pendidikan yang berkualitas itu harus dikorbankan pula dengan sikap – sikap kerdil untuk berupaya menjadikan pendidikan dan perangkatnya sebagai sebuah komoditas 
Bila pendidikan sudah diorientasikan sebagai komoditas maka hal ini sangatlah buruk karena pendidikan sudah berubah haluan sebagai lahan bisnis untuk keuntungan pribadi dan ini merupakan bagian dari pengeksploitasian atau penjajahan. Berkontrafaktual dengan substansi pendidikan sesungguhnya ialah menginginkan lahirnya pencerahan baru, suatu konstruksi cerdas yang selalu responsif dengan peningkatan kualitas. Tidak relevan dengan upaya cita – cita kemerdekaan Indonesia yaitu untuk mencerdaskan kehidupaan bangsa sebagaimana pembukaan UUD 1945.
.Mudah – mudahan saja para orang tua tetap bijaksana dalam melihat mana sekolah yang cocok dengan kebutuhan si anak dan tetap menggunakan akal sehatnya dengan melihat kebutuhan pendidikan pada kondisi yang rasional .Jangan sampai ada orang tua yang merasa salah pilih dalam menyekolahkan anaknya merasa dirugikan sekaligus dikecewakan karena pilihannya dalam menyekolahkan anaknyatidak sesuai dengan kualitas yang didapatkan..
HZM, Yogyakarta,24 Juni 2012


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun