Anggota DPR melakukan study-banding, saya setuju sekali.Kenapa harus dikecam?Itu adalah suatu hal yang positif.
Begini, seperti yang telah saya tulis sebelumnya di sini,bahwastudy banding itu penting, maka mari kita tengok lebih lanjut.
Bagaimana mau bisa merasakan dengan sempurna kalau tidak ikut aktif merasakan sendiri, mengalami sendiri,merasakan/mengalami secara fisik, itu sangat penting, karena bisa ter-internalisasi ke dalam diri dengan lebih baik.Kita ambil contoh yang ekstrim ya, misalnya membaca bacaan porno,apa nikmatnya ?Coba kalau langsung praktek, melakukan secara langsung… hmmm baru tahu kan nikmatnya ? hehehe …Apalagi cuma nonton video porno, wuiihhh tiwas bikin pengen dan kepala migren saja, percayalah, gak ada nikmatnya dan buang-2 waktu saja, malah terancam DO dari anggota dewan.
Banyak sudah kegiatan-2 modern untuk menunjang pengembangan SDM, ambil contoh misalnya kegiatan Out-bound,dapat meningkatkan kerjasama dan kesadaran kelompok . Istilah kerennya corporate training and team building.Di sana para peserta melakukan kegiatan fisik secara bersama-sama, bahkan mungkin sangat keras/berat. Dengan harapan kegiatan itu dapat membekas di benak dan hati para peserta.(wah ini bagian teman-2 psikologi nih).
--oOo—
Kalau sudah bisa merasakan penderitaan rakyat, misalnya bagaimana rakyat naik KRL Jabotabek Ekonomi drPondok Cina-Cikini misalnya, yang penuh dengan cucuran keringat, penuh dengan copet dan pedagang,penumpang yg padat dlsb,dan sudah bisa pula merasakan naik MRT Singapore, atau naik busway di Bogota yang aman dan nyaman serta tepat waktu,maka tentu para anggota DPR akan punya greget untuk membuat sarana transportasi masal di Jakarta.Tentu para anggota DPR akan ngotot untuk berpihak pada kepentingan rakyat kebanyakan.Bukan ngotot membangun gedung baru, ngotot minta laptop mahal, minta fasilitas macam-2.
--oOo—
Jadi menurut saya, perlu juga para anggota DPR melakukan study banding, bukan hanya membandingkan di atas kertas, atau secara visual saja, tetapi langsung ikut mengalami.
Tetapi
Ada tetapinya nih,tentu dengan berbagai persyaratan yangmasuk akal, terutama misalnya environment nya harus mirip,situasi ekopolsosbudhankam yang mirip dsb.Kalau nggak mirip sebetulnya juga tidak apa-apa, namun akan membutuhkan usaha yang berat untuk mengimplementasikan rencana.Misalnya, MRT di Singapore tadi, kalau dipasang begitu saja di Jakarta apa bisa ?Bisa, tetapi dengan sederet persyaratan, misalnya stasiun harus diubah layoutnya, tingkat keamanan harus diubah, ticketing harus diubah,budaya antri harus ada,bonek dihilangkan, pedagan asongan dikemanakan, wuuuaaahhhh seabreg persoalan harus dicarikan solusinya.
Jangan-jangan studi banding (kalau masalah transportasi Jakarta) ke Calcuta atau ke Beijing atau ke Tokyo lebih cocok,bukan ke Singapore. Perlu study pendahuluan (melalui browsing internet atau tanya pada yg lebih tahu), kemana study banding harus dilakukan.
--ooOoo—
Lebih dari itu, semua kegiatan, termasuk study banding ini, harus jelas Key Performance Indicator –nya,apa tolok ukur keberhasilannya.Menyusun KPI ini tidak mudah, perlu orang yang tepat dan menguasai bidangnya.Kalau tidak, maka bisa jadi bukan KPI sebenarnya yang diperhitungkan.
Sebagai contoh, apa tolok ukur keberhasilan kompasiana ini ?apa jumlah tulisan perhari?Apakah jumlah pengunjung perhari? Atau jumlah ‘klik’ perhari, per bulan?Atau jumlah bloggernya yang meluncurkan buku?Atau jumlah ibu rumah tangga yang menjadi penulis aktif?
Nah itu semua tergantung visi/missi lalu strategi dan tujuannya.
Sudah ahhh, sekian dulu saya kira bapak-2 di Senayan sana dan juga staf ahlinya, mestinya bisa berpikir dan bertindak sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya. (ehm ehm)..
(* mari kita tunggu laporan study-banding wakil-2 kita, kita kan boss-nya, harus diberi laporan dong *)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H