Mohon tunggu...
Haris Xyz
Haris Xyz Mohon Tunggu... -

penggemar rawon, rujak cingur dan kikil.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makan (2)

13 Maret 2010   09:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:27 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lanjutkaaaannnn, soal makan.

Makan jenis yang kedua ini adalah bukan makan karena lapar, melainkan makan sebagai sarana utk silaturahmi, ngobrol, nego, kangen-2an, dll, pokoknya tujuan utamanya bukan utk mengenyangkan perut.

Misalnya, kita ketemu teman lama, alumni masa SMA dulu, nah paling sip kalau kita bertemu di restoran atau cafe, bisa ngobrol lama sambil makan-makan. Ini makan basa-basi. Tapi biasanya malah lebih mahal ketimbang makan beneran. Apa pasal? Kalau saya perhatikan biasanya mereka yang berkangen-kangenan ini saling menunjukkan ketajirannya (nah lu ... makin semrawut bhs Indo gue). Seumur-umur belum pernah gue pergi ke resto Gajah Wong di jogja sana, muahaaalnya minta ampyunnn deh menurut kantong saya. Tapi, berhubung mentraktir teman lama yang sombongnya juga minta ampyuuunn, maka jadilah nongkrong di resto Gajah Wong, he he he he ...

Soal 'makan bersama teman' ini, menurut saya harus hati-hati, harus jaim (apa lagi tuh). jangan sampai terlihat makan bernafsu banget, malu-maluin kayak nggak pernah makan saja (meskipun bener nggak pernah makan di gajah wong). Makan-nya harus sedikit-2 saja, lebih banyak ngobrolnya, cerita-2 kisah konyol dan lucu masa lalu, ketika bareng-2 nyolong pepaya di belakang lab fisika dasar mipa ugm sana misalnya. Kalau cerita ya jangan sampai bersamaan dengan makan, maka-nya makan-nya sedikit saja, luaaama juga nggak papa.

Memakai peralatan makan juga jangan sembarangan, harus belajar dulu tata cara makan, tata cara duduk dll yang berkaitan, jangan sampai serbetnya diduduki atau dilemparkan di atas meja. Saya jumpai banyak teman saya yg tak paham soal ini, memang nggak pernah tahu dan nggak pernah belajar. Ini jadi malu-maluin, ketara banget kalau nggak pernah ke resto.

Kalau ketemuan dan makan-nya di angkringan sego kucing sih lebih bebas, lebih proletar. Untuk kasus nostalgia, ini lebih saya anjurkan, apalagi ke tempat makan tempo dulu, ketika masih mahasiswa. Ini akan membawa ke suasana 'jadul' yg sesungguhnya dan bisa menggugah memori lama ... ceile .... apalagi dengan mantan pacar (eiittssss ini tak bakal terjadi deh, pasti sang mantan dah bawa bull-dog).

Kalau nggak di tempat makan jadul, lebih baik ke tempat makan yang 'khas daerah setempat'. Contohnya ketika saya ketemu teman SMA di Manokwari nun jauh di sana, nah kami makan 'pepeda + ikan + kuah kuning' ini khas masakan papua, dan ternyata memang nikmat juga di lidah saya.

Ingat sekali lagi, makan-makan jenis ini bukan makan-nya yg penting, melainkan ketemuan dan ngobrolnya yg lebih penting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun