Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ironi Yahoo! Tergulingnya Mantan Raja Internet

30 Juli 2016   23:39 Diperbarui: 22 Agustus 2016   22:42 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Yahoo! akhirnya laku dijual! $5bn, angka yang fantastis. Eits, bukan fantastis mahalnya, tapi murahnya! Harga tersebut dapat dikatakan ironi bagi bisnis sekaliber Yahoo. Mari kita lihat ke belakang, Yahoo, yang didirikan tahun 1994 oleh Jerry Yang dan David Filo, pada tahun 2000 diklaim bernilai $125bn. Saat itu bertepatan dengan boomingnya dot.com. Tahun 2008, raksasa bisnis software, Microsoft, berani menawar Yahoo seharga $44,6 bn. Tidak terjadi deal atas tawaran harga itu. 8 tahun kemudian, apa yang terjadi? Verizon, perusahaan telekomunikasi terbesar di AS, per 25 Juli 2016 resmi mengakuisisi Yahoo dengan cukup merogoh $4,8bn, ironis kan.

Beberapa hari ini, aksi korporasi Yahoo itu menjadi perhatian banyak pihak. Betapa tidak, rontoknya harga sebuah pioneer sekaligus mantan raja bisnis dot.com itu mungkin tidak pernah terbayang sebelumnya. Bagi Kompasianer yang sudah mulai akrab dengan dunia internet sejak awal 2000 an pasti merasakan betapa besarnya pengaruh Yahoo dalam meroketkan bisnis dot.com. Dari mulai layanan email, search engine, maupun chat service, dominasi Yahoo sangat kentara. Memang, peristiwa itu tidak terlalu mengejutkan bagi mereka yang intensif mengamati pergerakan bisnis informasi teknologi beberapa tahun ini.

Yahoo tahun 2015 sudah mengalami net loss sebesar $4,4bn. Kerugian itu sangat tajam mengingat setahun sebelumnya, penghuni Silicon Valley ini, mampu meraup keuntungan bersih lebih dari $7 bn. Sayap bisnisnya seperti Yahoo Mail, Yahoo Finance, Tumblr dan Flickr seperti tidak berdaya mendongkrak keuntungan perusahaan. Layanan chat service Yahoo Messengger bahkan akan ditutup bulan Agustus mendatang. Dari sisi manajemen, Yahoo terlihat tidak stabil yang ditandai dengan seringnya pergantian CEO. Sepeninggal Jerry Yang tahun 2009, sudah terjadi 5 kali perubahan CEO. Terakhir adalah Marissa Mayer (mantan petinggi Google) yang mulai menjabat tahun 2012.

Tidak hanya itu, Yahoo kalah bersaing dengan para rivalnya seperti Google dan Facebook. Ekspansi bisnis yang dilakukan (pembelian Tumblr dan Flickr) tidak semenguntungkan apa yang dilakukan pesaing-pesaingnya. Google memiliki inovasi Android dan telah menguasai You Tube. Sedangkan Facebook sudah membeli Instagram dan Whatsapp. Yahoo kalah agresif dengan Google dan Facebook dalam peyisihan budget untuk pasar mobile online. Tahun lalu, Yahoo hanya menyisihkan 1,5% sedangkan Google dan Facebook masing-masing 35% dan 19%.

Analisis BBC, masalah terbesar Yahoo adalah  ketika mampu menampilkan iklan dalam jumlah besar, hal itu tidak diikuti dengan kejelasan target konsumennya. Berbeda dengan Google dan Facebook, mereka memiliki big data profil lengkap penggunanya. Alhasil, keduanya mampu mengenal penggunanya dengan baik sehingga dapat membaca kesesuaian iklan yang ditampilkan dengan target konsumennya. Dengan kata lain, pengolahan database pengguna dari Google dan Facebook jauh lebih baik dari Yahoo.

Nasib Serupa

Dalam era digital ini, Yahoo bukanlah satu-satunya perusahaan raksasa yang mengalami rise and fall. Sebutlah, Kodak, perusahaan kamera roll film legendaris sejak tahun 1888 dan pernah menduduki peringkat ke 5 dunia sebagai the most valuable brand tahun 1996, akhirnya menghadapi kenyataan pailit tahun 2013. Meski tidak separah Kodak, kejatuhan raksasa bisnis juga terjadi pada Nokia, pionir bisnis telepon seluler. Perusahaan yang sempat mencapai dominasi pasar hingga 41% pada tahun 2007, akhirnya dibeli oleh Microsoft (Windows Phone) dan hanya sanggup mencicipi 2,6% market share telepon seluler tahun 2015. Tak jauh berbeda dengan Nokia, BlackBerry, smartphone dengan fasilitas chat service gratis Blackberry Messenger, akhirnya lengser juga persaingan papan atas telepon pintar ketika pengguna beralih ke IPhone atau telepon genggam berbasis Android.

Lessons Learnt

Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari dinamika bisnis raksasa itu?

Ada kesamaan dari perusahaan-perusahaan itu, yaitu mereka pernah menjadi market leader atau setidaknya pioneer dari suatu produk. Keuntungan besar tentu pernah diraih pada periode masa kejayaannya. Namun, kita perlu menyoroti pula kesamaan pemicu masalahnya. Era digital mengharuskan perusahaan mempunyai kemampuan adaptif yang cepat seiring dengan economy on demand konsumen (efek dari aktivitas digital yang mempengaruhi kecenderungan orang untuk memperoleh segala sesuati dengan mudah dan nyaman). Perusahaan yang mengalami kejatuhan diawali dari keterlambatan atau lebih ekstrimnya keengganan melakukan adaptasi kebutuhan pasar.

Kodak tidak mengantisipasi munculnya kamera digital yang tidak lagi membutuhkan film. Nokia dan Blackberry tidak peka menyesuaikan platform-nya baik dari sisi Operating System (OS) maupun kenyamanan pengguna mengunduh aplikasi yang ditawarkan. Android dan IOS lah yang mampu menangkap trend kebutuhan dan keinginan pengguna dalam memaksimalkan pemanfaatan perangkat genggamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun