Kajian World Bank mengungkap adanya tax gap di Indonesia. Artinya, terdapat selisih antara potensi pendapatan yang diperoleh dengan pendapatan yang benar-benar diperoleh. Â Perhitungan World Bank, jika selisih tersebut dapat ditutup, maka dapat menambah Produk Domestik Bruto atau PDB sebesar 6,4 persen.
Ilustrasinya, jika PDB triwulan III 2024 sebesar Rp5.638 triliun, apabila gap dapat ditutup maka potensi tambahan pendapatan negara adalah sekitar Rp360 triliunan. World Bank juga mengkaji, penyebab gap tersebut ada 2, yakni kebijakan dan kepatuhan. Faktor yang dominan adalah kepatuhan.
Amunisi Digitalisasi
Pemerintah pun memprioritaskan peningkatan kepatuhan. Digitalisasi menjadi pilihan utama untuk mengatasi gap dari aspek kepatuhan. Ada 3 strategi yang diterapkan yaitu digital ID, digital payment, dan data exchange. Kurang lebih itulah pernyataan Mari Elka Pangestu mewakili Dewan Ekonomi Nasional.
Terlepas dari persoalan tax gap, digitalisasi memang menjadi amunisi handal untuk pengaplikasian tata kelola yang baik. Transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independen, dan kewajaran yang merupakan prinsip tata kelola yang baik lebih terjamin terpenuhi.
Kita ambil salah satu strategi yaitu digital payment. Sudah sekitar se-dekade ini, Indonesia gencar melakukan transformasi pembayaran digital. Bank Indonesia, sebagai otoritas sistem pembayaran, telah bergerak cepat memperluas pembayaran berbasis teknologi. Pengadaptasiannya pun semakin masif, baik layanan publik maupun aktivitas ekonomi sehari-hari, dari transaksi besar hingga transaksi ritel. Rilis data bank sentral terkini, pada 2024 pembayaran digital mencapai 34,5 miliar transaksi. Tingginya pencapaian itu tidak terlepas dari kemudahan pembayaran digital.
Jika dikaitkan dengan kepatuhan pajak, kemudahan pembayaran diharapkan akan mendorong kepatuhan orang memenuhi kewajibannya. Bisa jadi, wajib pajak malas karena repotnya cara pembayaran. Misalnya, harus datang ke loket, antri, prosedur berbelit, dan sebagainya. Dengan digitalisasi pembayaran, hambatan semacam itu dapat dihilangkan.
Selain kemudahan, efisiensi pun dapat diwujudkan. Layanan pembayaran berbasis teknologi dapat menggantikan tugas manusia yang sifatnya rutin atau berulang, semisal aktivitas kasir layanan publik. Alhasil, sumber daya manusia yang ada dapat dialokasikan pada tugas-tugas penting lainnya, yang lebih strategis memerlukan campur tangan manusia.
Rentetan manfaat lainnya, mobilitas masyarakat dapat dikurangi karena pembayaran cukup dilakukan dengan gawai. Timbunan persoalan klasik seperti kemacetan, polusi, dan pemborosan energi dapat direduksi. Â
Transparansi
Dalam kajian World Bank, transparansi erat kaitannya dengan kepercayaan pembayar pajak kepada pengelolanya. Pembayaran digital menjadikan aktivitas aliran dana lebih mudah dilacak, transparansi pun lebih terjamin.