Lagi-lagi, sebuah bank besar diterpa isu kebocoran data nasabahnya. Seperti halnya kejadian-kejadian sebelumnya, nasabah sulit mengetahui benar tidaknya isu tersebut. Mereka juga tidak tahu, data apa yang bocor.
Saat ini, ada yang menyamakan data sebagai new oil, new gold, atau apapun itu, yang jelas data diidentikkan dengan sesuatu yang sangat bernilai. Karena tingginya nilai itu, maka muncullah monetisasi hingga pencurian data.
Nilai data yang semakin tinggi sejalan dengan meluasnya digitalisasi. Berbagai layanan telah bertransformasi dari analog menjadi digital. Perpindahan datapun kian cepat dan mudah melalui moda digital tersebut. Seiring dengan itu, kerentanan penyalahgunaan data bertambah besar, terutama, data-data sensitif, seperti informasi keuangan, catatan kesehatan, profil pribadi, dll.
Data dan Dana
Salah satu sektor yang menguasai data sensitif adalah sektor keuangan, seperti bank dan penyedia jasa pembayaran.
Bocornya data pada sektor keuangan dapat menimbulkan rentetan persoalan serius. Diantaranya yang paling dikhawatirkan adalah pencurian dana.Â
Informasi semacam nama pribadi, nama ibu kandung, dan tempat tanggal lahir, merupakan contoh informasi sensitif yang biasa digunakan untuk mengakses rekening. Kebocoran data dimaksud bisa membuka pintu kejahatan yang berakibat fatal pada simpanan dana.
Dampak rentetan dari bobolnya data dan dana adalah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan. Bagaimanapun, sektor tersebut merupakan bisnis berlandaskan kepercayaan. Untuk itu, hilangnya kepercayaan dapat meruntuhkan sektor keuangan. Padahal, sektor dimaksud merupakan pilar utama penunjang perekonomian bangsa.
Melihat sensitivitas data sektor keuangan dan untuk menjaga kepercayaan masyatakat, pelindungan data konsumen sektor tersebut menjadi krusial. Bentuk pelindungannya pun bisa berupa penguatan siber maupun regulasi yang ketat.
Keamanan Siber