Belakangan ini, Indonesia begitu agresif mewujudkan industri baterai pendukung kendaraan elektrik, percepatan transformasi mobil listrik, dan terbaru, transisi energi baru terbarukan untuk pembangkit listrik. Semua gerak cepat itu merupakan kontribusi negeri ini dalam menghadapi perubahan iklim (climate change).
Sebenarnya, masih ada hal penting namun jarang terekspos, yaitu penanganan sampah makanan.Â
Sudah banyak penelitian menyimpulkan kontribusi tinggi sampah tersebut dalam meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca. Konsentrasi itulah yang pada akhirnya berpengaruh pada perubahan iklim. Â Â
Dampak Lingkungan
Sisa makanan mendominasi jenis sampah di Indonesia hingga 40% dan rumah tangga merupakan sumber sampah paling dominan dengan proporsi 38%, sesuai data Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup tahun 2022.
Produksi sampah makanan di Indonesia pun sangat tinggi, diperkirakan mencapai 20 juta ton/tahun. Dengan capaian itu, Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia sebagai negara penghasil sampah makanan di bawah China, India, dan Nigeria. Itulah hasil dari Food Waste Index Report 2021 yang dikeluarkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP). Â Â
Bappenas juga pernah melakukan kajian bertajuk Food Loss and Waste di Indonesia. Hasilnya, Indonesia membuang sampah makanan 23-48 juta ton per tahun pada periode 2000-2019 atau setara dengan 115-184 Kg per kapita per tahun.
Lalu, sampah makanan yang dibiarkan menggunung di tempat pembuangan akhir akan menghasilkan gas rumah kaca. UNEP memperkirakan 8-10% emisi gas rumah kaca global terkait dengan sampah makanan. Bappenas juga menyimpulkan bahwa emisi yang ditimbulkan dari sampah makanan setara dengan 7,29% dari rata-rata gas rumah kaca Indonesia.
Studi Environmental Protection Agency AS bahkan menghitung per satu ton sisa makanan akan menghasilkan emisi gas rumah kaca sekitar 595 kg ekuivalen CO2, atau gampangnya, setara dengan emisi mengendarai mobil bensin sejauh 3.000 Km (bambangbrodjonegoro.com). Â
Dari angka-angka tersebut tergambar bahwa sampah makanan, khususnya di Indonesia, mengundang potensi persoalan besar jika tidak ada kesungguhan penanganan. Persoalannya pun rupanya komplek karena tidak hanya berhenti pada isu lingkungan, tetapi juga menyinggung aspek perekonomian.
Konsekuensi Ekonomi