Uang tunai sudah menjadi alat pembayaran sejak ratusan tahun tahun. Diawali dengan uang berbahan logam kemudian berkembang menjadi uang dari kertas. Namun, beberapa tahun belakangan berbagai Negara termasuk Indonesia mulai mendorong pengurangan transaksi tunai. Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia dan perbankan gencar mengkampanyekan transaksi non tunai. Dari aktivitas perdagangan, layanan umum, hingga bantuan sosial pelan tapi pasti mulai dialihkan menjadi non tunai. Perpindahan uang tunai di masyarakat terus diminimalisasi.
Lalu, apa sebenarnya yang melatarbelakangi pengurangan penggunaan uang tunai? Berikut beberapa hal yang perlu mendapat perhatian:
(1) Mahalnya pencetakan uang
Dari data yang saya peroleh di situs resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id), beban pengelolaan sistem pembayaran tunai tahun 2015, yang didalamnya termasuk biaya pencetakan uang, mencapai Rp3,7 T. Meningkat dari tahun sebelumnya Rp2,8T. Bandingkan dengan pengelolaan sistem pembayaran non tunai pada tahun yang sama yang hanya menghabiskan biaya Rp78,8M.
Peningkatan pencetakan uang salah satunya dapat dipicu dari tingginya tingkat kerusakan uang. Kerusakan terjadi karena kebiasaan buruk masyarakat dalam memperlakukan uang  seperti melipat, mencorat coret, dll.
(2) Rawannya Pemalsuan Uang
Pemalsuan uang masih saja terjadi. Uang kertas pecahan besar (Rp50.000,00 dan Rp100.000,00) adalah pecahan yang paling sering dipalsukan. Bank Indonesia mencatat bahwa dari Januari hingga Mei 2016 telah ditemukan 13.017 lembar uang palsu. Wow…
Sebenarnya, uang tunai, khususnya uang kertas, telah dilengkapi berbagai alat pengaman untuk menandai keasliannya. Sebut saja cetak kasar pada gambar (intaglio), benang pengaman, gambar tersembunyi, dll. Namun, banyak masyarakat yang belum mengenal dengan baik ciri-ciri keaslian uang rupiah.
Selain itu, pada kondisi tertentu, masyarakat sulit untuk memperhatikan ciri-ciri keaslian rupiah. Misalnya, pada saat transaksi dengan nilai yang besar. Transaksi pembelian mobil bekas senilai Rp100 juta menggunakan pecahan Rp100 ribu maka akan terdapat 1000 lembar pecahan tersebut. Sulit rasanya, bagi seorang teller bank senior pun, untuk mengidentifikasi keaslian seluruh lembar uang sebanyak itu. Dari banyak pemberitaan, modus penyebaran uang palsu sering dilakukan pelaku dengan meyelipkan atau mencampurkannya dengan lembaran uang asli.
(3) Keamanan Membawa Uang
Membawa uang tunai dalam jumlah dan nilai yang besar selain merepotkan tentu sangat beresiko. Perampokan, pencopetan, penjambretan, dan bentuk kejahatan lainnya dapat mengintai pembawa uang tersebut kapan dan dimana saja. Membawa uang dalam jumlah besar, sebagaimana penjelasan saya sebelumnya, juga sangat beresiko terhadap tercampurnya uang palsu. Hal itu tentu sangat merugikan.