Saya baru mulai mendalami filsafat selama 3-4 tahun terakhir. Sebelumnya saya tidak menganggap serius mengenai filsafat dan hanya menanggapnya sebagai satu dari sekian banyak mata kuliah atau bidang-bidang keilmuan lain. Namun secara tidak sadar manusia (saya dan anda) telah menerapkan filsafat dalam kehidupan kita sejak kecil.Â
Salah satu cabang filsafat yang begitu mengena bagi saya dan menimbulkan pertanyaan besar adalah Absurdisme. Pengenalan saya akan Absurdisme sendiri tidak lepas dari 2 filsafat lain yang berhubungan dengannya yaitu Eksistensialisme dan Nihilisme.
Eksistensialisme adalah filsafat yang mempertanyakan mengenai makna dari keberadaan manusia di dunia ini, atau maksud dari mengapa kita ada dan mengapa kita hidup di dunia ini. Apa maksud dari semua ini? Mengapa kita ada?
Sementara Nihilisme adalah semacam jawaban dari Eksistensialisme tersebut bahwa sebenarnya kehidupan ini tidak memiliki arti apa-apa kecuali "exist", dan artinya nihil sama sekali atau tidak bermakna dan bertujuan.Â
Berangkat dari eksistensialisme dan nihilisme saya melihat pandangan ketiga yaitu Absurdisme yang melihat bahwa ada semacam persetujuan dengan nihilisme tadi, namun tidak seperti nihilis yang masuk ke dalam jurang depresi, absurdist mengajak manusia untuk merangkul keabsurdan dari hidup ini.
"Hidup ini memang absurd, tidak memiliki makna dan tujuan. Oleh karena itu, nikmati saja toh, tidak ada ruginya. Atau jikapun anda ingin makna dari hidup itu sendiri, ciptakanlah makna dari hidup anda sendiri".
Manusia tidak dapat hidup tanpa makna dan tujuan sehingga mereka menciptakan makna dari eksistensi mereka. Menganut ideologi tertentu, mempercayai agama tertentu, memiliki keluarga, memiliki keturunan, memiliki harta benda dan sebagainya. Semuanya merupakan makna-makna yang dikonstruksi oleh manusia sendiri agar mereka memiliki semacam tujuan untuk dikejar sehingga mereka tidak merasa kosong.Â
Seorang filsuf Absurdisme yang lebih suka menyebut dirinya sebagai penulis essay yaitu Albert Camus mengatakan agama, nasionalisme, pernikahan, ideologi politik, institusi dan lain-lain adalah bentuk lain dari "philosophical suicide" dari manusia yang menolak untuk mengakui keabsurd-an dari kehidupan di dunia ini sehingga mereka menjadikan institusi-institusi yang sudah ada sebagai pelarian dari pertanyaan hidup ini.Â
Jadi sebenarnya apa makna dan tujuan hidup manusia? Apa makna dan tujuan hidup kita ini? Mengapa kita ada?
Maknanya dan tujuan hidup ini adalah apapun yang membuat anda tidak membunuh diri anda sendiri. Nikmati saja prosesnya karena kita semua tidak akan selamat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H