Mohon tunggu...
haris naufal
haris naufal Mohon Tunggu... Buruh - calon orang yang termarjinalkan

Seorang proletar yang kebanyakan protes akan sesuatu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diskursus Feminisme dalam Dangdut Indonesia

18 November 2019   19:25 Diperbarui: 18 November 2019   19:21 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

takutnya ada yang main di sana"

Potongan lirik ini menunjukkan bahwa ada keresahan dalam diri seorang pasangan ketika salah satu dari mereka melakukan tindakan perselingkuhan. Lalu lirik lagu tersebut memiliki kelanjutan :

"Belakangan ini sering keluar malam
Tak betah di rumah
Minggu-minggu ini saya jarang disentuh
Tak diperhatikan"

Memangnya saya tak cantik lagi
Merasa sudah tak asyik lagi"

Dalam lirik ini, ditunjukkan bahwa dalam patriarki, laki-laki lebih memiliki kuasa untuk memenuhi hasrat seksualitasnya dibandingkan perempuan. Hal ini lalu dilawan dengan reaksi bahwa perempuan juga memiliki hasrat seksualitas yang sama-sama perlu dipenuhi. Jadi, selain memrotes masalah bagaimana laki-laki melakukan perselingkuhan, dalam lagu ini, perempuan juga menunjukkan bahwa mereka adalah manusia yang sama-sama memiliki kebutuhan untuk melakukan hubungan seksual[9].

Refleksi

Meskipun dengan bentuk pesan yang jelas di dalam lagu-lagu dangdut yang telah dijelaskan di segmen sebelumnya , wacana feminisme dalam dangdut masih kurang begitu nampak jelas dalam masyarakat Indonesia. Karena akar dangdut itu sendiri yang merupakan hiburan semata, dan fakta bahwa musik-musik ini merupakan kategori dangdut koplo yang berasal dari tempat hiburan remang-remang dan keberadaannya mulai awal telah dikecam[10].

Referensi :

Musik :

[1]. New Palapa. (2011). Sasaran Emosi. [Dinyanyikan oleh Rita Sugiarto].

[4]. Rhoma Irama. (1986).  Andai. [Dinyanyikan oleh Riza Umami].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun