Salah seorang Akademisi Universitas Cenderawasih, Panus Jingga menyatakan, seluruh rakyat di Papua mau dialog, namum dialog versi rakyat ini kadang diartikan sebagai buntut dari segala sesuatu yang tidak tercapai sehingga kesan yang dimunculkan disebagian orang adalah dialog sama dengan referendum atau dialog merupakan satu kata kunci menuju referendum.
Pad saat kedatangan Presiden Joko Widodo pada saat perayaan Natal diselenggarakan di Papua mengungkapkan akan membuat ruang dialog antara Pemerintah dengan rakyat di Papua, namun ungkapan dialog yang sempat terlontar dari mulut Presiden Joko Widodo bukan dialog Jakarta-Papua seperti yang ada dalam pikiran semua orang di Papua.
Hal ini mengingat dialog Jakarta-Papua merupakan konsep Dialog yang telah digagas sebelumnya oleh Pastor Neles Tebay melalui jaringan Damai Papua.
Menurut Panus Jingga, bahwa agar tidak salah persepsi tentang dialog yang diungkapkan Presiden pada Desember lalu.
Terdapat beberapa tokoh-tokoh yang ada di Papua yang merasa kecewa akan kedatangan Presiden Jokowi bahwa Dialog tersebut hanya membahas pembangunan wilayah Papua kedepannya.
Adapun pernyataan dari Panus bahwa Dialog dubutuhkan dan harus berada dalam konsep yang jelas dan tidak keluar dari NKRI. Kelompok jaringan Damai Papua Perlu menelisik apa konsep Dialog yang diinginkan Pemerintah seperti diungkapkan Presiden, mengingat Presiden tidak pernah mengungkapkan Dialog Jakarta-Papua, Presiden hanya mengungkapkan membuka ruang Dialog. Jaringan Damai Papua perlu mengirim konsep ke Presiden atau ke Jakarta.
Adapun pernyataan dari Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari menuturkan, Pernyataan Presiden Jokowi tentang dialog ternyata cukup mempengaruhi perubahan total dalam aspek komunikasi politik Jakarta-Papua dimana kata dialog yang sebelumnya sulit digunakan oleh sebagian besar pejabat negara, di pusat dan daerah, tetapi kini seringkali diucapkan dengan mudah dan tanpa halangan, bahkan diperbincangkan dalam berbagai level.
Menurut pandangan saya selaku Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia di Tanah Papua bahwa seharusnya Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat beserta segenap otoritas keamanan di daerah ini seperti Polda dan Kodam juga mulai mempersiapkan diri dan mengkaji dialog sebagai alat penyelesaian konflik bersenjata di tanah Papua.
Tetapi dalam hal ini yang dibahas adalah Dialog akan perkembangan dan kemajuan dari Papua, bukan malah Dialog akan pelepasan Papua dari NKRI seperti apa yang diungkapkan dan tujuan dari PTD bahwa tujuan pencapaian seharusnya tidak menjadi slogan kosong, tetapi meruakan sebuah tujuan luhur dari semua komponen pendukung Papua Merdeka.
Wajarlah apabila BIN (Badan Intelijen Indonesia) selalu memantau dan memonitor segala gerak-gerik kelompok-kelompok yang ditak bertanggung jawab yang ingin memisahkan Papua dan NKRI tersebut. Bukan hanya itu saja, BIN juga akan selalu mengawasi segala mecam dialog yang akan dilaksanakan antara Jakarta-Papua.
Karena disinyalir kejadian yang pernah terjadi bahwa kelompok KNPB (Komite Papua dan Papua Barat) dalam Dialog Jakarta-Papua mebahas mengenai pemisahan Papua dari bingkai NKRI.
Padahal apabila dilihat semakin dalam bahwa tujuan dari Dialog Jakarta-Papua adalah mensejahterakan kehidupan masyarakat Papua kedepan lebih maju. Bukan untuk tujuan menyengsarakan masyarakat Papua dalam usaha memisahkan diri dari Indonesia di bawah pimpinan KNPB.
Pejabat pemerintah akan mendengar semua apa yang diinginkan oleh seluruh masyarakat Papua, tetapi “TIDAK” untuk pemisahan diri dari Indonesia. Karena segala usaha yang dilakukan KNPB tersebut tidak akan membuahkan hasil, melainkan hanya akan menyebabkan konflik yang berkepanjangan. Tetapi tekad kuat seluruh masyarakat Papua tidak surut dan terus akan maju bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H