Mohon tunggu...
Harisman
Harisman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Swasta

Hobi Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Hukum Pada Kasus Kecelakaan Lalu Lintas yang Melibatkan Anak di Bawah Umur

14 November 2024   11:18 Diperbarui: 14 November 2024   11:33 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering nampak disekitar kita anak yang masih dibawah umur mengendarai kendaraan, dan tidak jarang pula kita melihat dan mendengar kasus kecelekaan lalu lintas yang melibatkan seorang anak yang masih dibawah umur. Hal yang penting dan utama guna menghindari peristiwa tersebut adalah pengawasan dari orang tua, karena orang tua merupakan faktor penting untuk mengingatkan dan menasehati anak. Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak dibawah umur dan tidak jarang mengakibatkan hilangnya nyawa maupun harta benda seseorang sehingga menimbulkan keresahan terhadap pengguna jalan termaksud orang tua yang tentunya sebagai orang tua tidak menginginkan terjadi pada anaknya tersebut. lalu kemudian menjadi pertanyaan yuridis adalah "Bagaimana implentasi hukum pada kasus kecelakaan Lalu Lintas yang melibatkan anak dibawah umur?

Sebelum membahas lebih jauh, terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan anak, di negara kita terdapat beberapa pengertian tentang anak menurut peraturan perundang- undangan, begitu juga menurut para pakar ahli. Namun jika mengacu pada Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dimaksud dengan anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Dalam hal Anak yang masih dibawah umur yang terlibat dalam Kasus kecelakaan Lalu Lintas, implementasi atau penanganan hukum kepada anak dibawah umur berbeda dengan yang sudah dewasa yakni dilakukan secara khusus (Lex Specialis Derogat Legi Generalis) dengan menggunakan sistem Peradilan  Pidana Anak yakni Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Ditinjau  dari  hukum pidana, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memang tidak secara spesifik mengatur pelanggaran lalu lintas, namun pelanggaran lalu lintas diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memiliki 44 pasal tentang pelanggaran lalu lintas yang ditentukan dalam Bab XX dan sanksi diatur dari Pasal 273 sampai Pasal 317 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULAJ).

Bahwa  bagi  orang yang  mengendarai  kendaraan bermotor hingga menghilangkan nyawa korban diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dalam Pasal 310 Ayat (3) dan (4) yang berbunyi:

  • Setiap  orang  yang  mengemudikan  Kendaraan  Bermotor  yang  karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  229  Ayat  (4),  dipidana  dengan  pidana penjara  paling  lama  5  (lima)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak  Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
  • Dalam  hal  kecelakaan  sebagaimana  dimaksud  pada  Ayat  (3)  yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Dari uraian Pasal 310 tersebut di atas bahwa setiap orang yang melakukan pelanggaran lalu lintas dan menimbulkan korban maka dapat dipidana, namun menurut hemat penulis jika kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak dibawah umur maka implementasi atau penerapan hukum yang tepat adalah penyelesaian Diversi dengan Pendekatan Restoratif, ini sesuai yang diamanahkan oleh Undang-Undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak seperti yang telah disebutkan diawal pembahasan.

Undang-Undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam pasal 1 ayat (7) yang dimaksud dengan "Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana". Selanjutnya dalam pasal 5 Undang-Undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut dengan secara ekplisit diuraikan bahwa penting dan wajibnya diupayakan terlebih dahulu Diversi dalam melakukan penyelesaian perkara pidana yang melibatkan anak yang masih dibawah umur, bunyi pasal 5 yang dimaksud dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah sebagai berikut :

  • Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.
  • Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  • penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
  • persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan
  • pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
  • Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan Diversi.

Dalam pasal 6 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak juga disebutkan bahwa Diversi bertujuan agar korban dan anak mencapai perdamaian menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan, menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. 

Diversi sebagai pengalihan penyelesaian kasus anak dari jalur peradilan pidana ke jalur di luar peradilan pidana, dengan mengadopsi pendekatan Keadilan Restoratif. Prinsip-prinsip Keadilan Restoratif menjadi dasar pembentukan konsep diversi ini. Pasal 8 ayat (1) menetapkan bahwa "proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau  orang  tua/Walinya,  Pembimbing  Kemasyarakatan,  dan  Pekerja  Sosial  Profesional  berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif." Pendekatan Restorative Justice bertujuan memberi perlindungan pada hak- hak individu atau kelompok individu, mencakup anak yang terlibat dalam konflik hukum, terutama yang memiliki keterbatasan fisik dan mental, serta terpinggirkan secara politik, ekonomi, dan sosial. dan patut dicatat dan digaris bawahi disini bahwa hukuman pidana penjara bagi anak dibawah umur dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak dibawah umur hanya digunakan sebagai upaya terakhir (Ultimum Remedium). Hal tersebut dikarenakan  sifat  anak  dilihat  dari  usia  anak-anak belum memiliki kematangan baik secara fisik maupun mental sehingga anak belum dapat membedakan hal yang  baik  dan  benar  dan  cenderung  melakukan segala  sesuatunya  secara  spontan  tanpa  berpikir panjang.

Penulis : Harisman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun