Mohon tunggu...
Harisman
Harisman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Swasta

Hobi Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Politik Tidak Ada ‘Agamanya’

12 Agustus 2024   10:58 Diperbarui: 12 Agustus 2024   11:40 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tinggal beberapa bulan lagi, dan pendaftaran Calon Kepala daerah akan segera dibuka, jika mengacu pada PKPU No. 2 tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, pendaftaran pasangan calon kepala daerah akan berlangsung pada tanggal 27 agustus sampai dengan tanggal 29 agustus 2024, bagi pasangan calon yang telah ditetapkan secara resmi oleh lembaga KPU akan diberikan waktu kampanye selama 2 bulan untuk menyampaikan Visi Misi atau rencana kerja kepada para pemilih atau pada masyarakat yang akan dilakukan selama 5 tahun kedepan jika ia terpilih dalam ajang demokrasi 5 tahunan ini.

Para elit partai politik tengah sibuk melakukan lobi- lobi antar elite ditengah problematika bangsa pada umumnya yang begitu kompleks dan tak kunjung selesai, mesin-mesin partai politik sedang dan sudah all out digerakkan untuk membangun dan menjalin komunikasi antar elit partai politik guna membangun sebuah koalisi yang kuat agar bisa mendapatkan sebuah tiket dalam pencalonan Pilkada serentak nantinya.

Politik menurut teori klasik Aristoteles adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama, berangkat dari teori klasik Aristoteles tersebut, penulis berpendapat bahwa politik merupakan sebuah konsensus bersama antar kelompok atau antar organisasi dengan tujuan untuk kebaikan kemaslahatan umat, dan kepentingan masyarakat menjadi tujuan yang utama dan sangat penting yang akan dicapai, 

Politik adalah sebuah seni mempengaruhi dan seni yang dimainkan oleh kelompok atau sebuah organisasi untuk memperoleh kekuasaan secara konstitusional, meskipun secara empiris apa yang dilakukan oleh para elit politik seringkali mengabaikan kepentingan masyarakat, namun sibuk dengan kepentingan kelompoknya saja, para elit seringkali muncul dipublik dengan jualan kata-kata bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk kepentingan yang "katanya" untuk kepentingan masyarakat namun secara de facto hanya ajang para elit untuk berebut kursi "empuk" alias bagi-bagi kekuasaan.

Kadang masyarakat menjadi korban politik ketika para 'juragan partai' melakukan akrobat-akrobat politik yang membuat masyarakat terpukau sehingga terlena seolah langkah dan kebijakan politik yang diambil oleh elit adalah kebijakan parsitipatif dari masyarakat dengan dibungkus ucapan dan janji-janji manis, dan masyarakat seringkali dibingungkan dengan sikap elit yang tidak konsisten dalam mengambil keputusan, hari ini jadi lawan besok menjadi kawan, pagi kedelai sore jadi tempe, bahkan etika dan moral sudah tidak lagi menjadi fondasi untuk mengambil sebuah langkah kebijakan politik, justru nilai-nilai etika dan moral sering diabaikan oleh para elit dan tidak peduli dengan kritikan masyarakat terutama kaum Civil Society.

Yang menjadi kritik paling krusial saat ini bagi penulis adalah adalah ketika ada partai politik yang bercorak ideologis agama justru cenderung mengabaikan nilai-nilai religius dalam menjalankan sistem politiknya, bahkan secara terang mereka menggunakan politik pragmatisme bukan politik ideologis yang semata-mata bertujuan untuk mencapai keuntungan dan kepentingan kelompok mereka, sehingga partai yang bercorak ideologis agama tersebut hanya sebatas identitas ideologis semata untuk mencari suara atau basis massa, dan pada akhirnya implikasi buruknya adalah dalam tataran implementasi pengambilan keputusan politik justru tidak merefleksikan kepentingan umat atau masyarakat namun justru merefleksikan kepentingan partai politik semata. Anehnya, ucapan dan janji - janji manis yang diucapkannya oleh elit kepada masyarakat cenderung tidak takut dan tidak mempertimbangankan dari aspek ketuhanan karena jika janji-janji tidak ditepati atau tidak terealisasi mak kelak kemudian diakhirat kesemuanya itu akan ditagih oleh sang pencipta.

Akrobat politik yang para elit pertontonkan dipublik saat ini membuat kita berfikir bahwa politik adalah kepentingan yakni kepentingan individu atau kepentingan kelompok semata untuk mencari keuntungan semata bukan untuk kepentingan masyarakat. Bahwa Politik adalah transaksional karena tidak ada makan siang yang gratis.

Penulis : Harisman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun