Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Black Campaign, Sebuah Langkah Pintas Meraup Suara

4 Oktober 2021   20:48 Diperbarui: 4 Oktober 2021   21:00 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik Pencitraan || Sumber gambar; KomikFaktap.~

Black campaign dianggap kejam dan licik, bagaimana dengan pencitraan, yang sekilas tidak menjatuhkan citra orang lain?

Pencitraan sekilas memang tidak merusak citra orang lain sebagaiman black campaign, tapi kalau dicermati secara mendalam, pencitraan berpengaruh terhadap elektabilitas lawan, karena jika salah satu calon---dengan pencitraannya---bisa meraih simpati rakyat, otomatis mengurangi dukungan rakyat pada calon yang lain.

Pada pemilu ini, sering terlihat di media para calon penguasa terlihat mendadak religius, baik hati dan merakyat. Hal semacam ini sebenarnya merupakan salah satu taktik politik. Penulis menganggap ini sudah terjadi sejak dulu, karena penguasa yang lebih kelihatan terpuji, maka akan lebih di unggulkan, sebagaimana terdapat dalam The Prince bab XV. Bahkan Machiavelli menganjurkan hal itu, dia menyarankan penguasa harus terlihat mempunyai sifat-sifat baik  dihadapan masyarakat, tapi tidak harus berusaha mempunyai itu semua.

Pencitraan sudah dipraktikkan sejak dulu, tapi rakyat masih saja ada yang tertipu, kenapa bisa begitu? Menurut Machiavelli penipu selalu menemukan seseorang yang membiarkan dirinya tertipu. Dalam The Prince, Machiavelli mencotohkan Alexander VI yang tak pernah berhenti menipu, tapi anehnya selalu mendapatkan korban. Mungkin inilah yang menjadi keyakinan para calon penguasa kita atau para simpatisannya, walaupun pencitraan adalah cara kuno, tapi diyakini masih efektif.

Harapan Seorang Negarawan

Dari paparan diatas, black campaign mendapatkan pembenaran dari Machiavelli. Bahkan dibanding perbuatan tokoh-tokoh yang di angkat dalam The Prince, black campaign masih kalah licik dan kejam. Sebagai seorang filsuf Machiavelli berbeda dengan filsuf-filsuf klasik seperti Plato, yang meyakini bahwa politik itu sebuah kebijaksanaan dan kearifan.  Penulis yakin, Machiavelli mempunyai alasan-alasan yang mendasar, kenapa memperbolehkan cara-cara tersebut dalam memperoleh kekuasaan.

Machiavelli hidup pada masa Italia sering mengalami pertempuran, perebutan kekuasaan. Hal inilah yang kemudian mengilhami dia menulis The Prince, sebuah buku yang membuat dia dianggap sebagai pemikir titisan setan oleh Leo Strauss (1899-1973), karena sekilas dalam buku tersebut, terkesan Machiavelli menghalalkan segala cara dalam merebut kekuasaan.

Sebagai seorang pemikir, Machiavelli gelisah dengan keadaan Itali yang kacau. Bertahun-tahun dia mengamati para penguasa. Ahirnya, dia berkesimpulan bagi penguasa yang ingin menjaga kestabilan negara harus bisa memadukan sifat singa dan rubah sekaligus. Singa mencerminkan kekuatan, sedangkan rubah mencerminkan ke cerdikan, karena seringkali orang yang hanya mengandalkan kekuatan tidak selamat dari tipuan, begitu juga orang yang hanya mengandalkan kecerdikan akan hancur jika ada serangan militer.

Konsekuensi dari merepresentasikan sifat singa dan rubah adalah penguasa harus siap dan mampu berbuat jahat, kejam dan licik jika itu diperlukan, tapi hal itu semata-mata dilakukan demi kepentingan negara, karena bagi Machiavelli negara adalah segalanya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Prof. J.H. Rapar, seorang ahli filsafat politik bahwa bagi Machiavelli seluruh kegiatan politik dan diplomatik haruslah demi kepentingan negara, Machiavelli menyatakan:

"Tak perlu risau melakukan segala perbuatan jahat, yang tanpa tindakan itu sukar menyelamatkan negara, sebab apabila dipertimbangkan dengan baik, maka akan dijumpai ada hal-hal yang kelihatannya baik, akan menuntun seseorang menuju kehancuran, dan ada lagi hal-hal yang tampaknya jahat justru menghasilkan keamanan dan kesejahteraan"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun