"PaP dong, sayang"
"Kalau beneran sayang, kirim video tete kamu, dong"
Sexting atau chatting sex merupakan aktivitas via gadget yang bermuatan konten seksual, baik dalam bentuk teks, gambar, maupun video. Banyak kasus sexting yang terjadi karena paksaan seperti instruksi di atas.
Kalau kamu perempuan remaja juga laki-laki remaja yang sedang berpikir buat coba-coba sexting, coba dengerin perkataan saya, aktivitas ini beresiko banget.
Banyak remaja mencoba sexting karena merasa sexting tidak berisiko jika dibanding dengan "sex beneran". Cuman gambar, tidak bisa membuat hamil, begitu cara berpikirnya. Jadi, remaja merasa bisa mengekploitasi hal-hal yang bersifat seksual tanpa ada dampaknya. Padahal hal tersebut adalah sebuah kesalahan.
Tentu ada pemaksaan dalam mengirim konten, itu relas yang tentunya abusive. Terdapat resiko konten kamu bisa dijadikan alat untuk memaksa kamu ke pemaksaan selanjutnya: bisa disebar ke publik, tindak pemerasan uang, tidak mau diputusin dalam sebuah relasi, sampai dipaksa melakukan kegiatan seks beneran.
Dan perlu anda ketahui, jejak digital itu lebih abadi dari bekas luka di tubuh. Mungkin dia berkata sudah menghapus, tapi siapa tahu ia masih menyimpan file copian di tempat lain. Dia bilang sudah menghapus, namun siapa tahu udah dicuri orang lain atau kelas akan disebarin orang lain? Tidak ada yang tahu konten tersebut.
Ketika konten tersebut menyebar, efeknya bisa sampai puluhan tahun ke depan. Berpengaruh ketika akan mencari beasiswa pendidikan, mencari pekerjaan, dan masih banyak lagi. Traumanya juga bertahan sampai seumur hidup karena hidupmu sekarang semua serba digital.
Perempuan dan laki-laki sama-sama beresiko, tetapi dalam masyarakat kita yang masih begini, tentu saja perempuan yang jauh lebih beresiko karena menjadi beban sebagai penjaga moral masyarakat.
"Tapi, dia sayang aku, kak. Dia ndak bakal ngancam yang jahat ke aku."