Krisis global Covid-19 berhasil mengusik pendidikan dimana-mana. Internet dan teknologi belajar, dengan segala kelebihan dan keterbatasannya, telah menjadi media pembelajaran yang berperan besar.Â
Sikap dan perilaku belajar siswa telah berubah. Dengan demikian pula sikap dan pendekatan guru dalam mengajar juga berubah.
Perubahan besar tidak hanya terjadi pada bagaimana menjalankan kegiatan belajar-mengajar, tetapi juga pada apa yang dibelajarkan guru dan dihatapkan dipelajati siswa.Â
Oleh karena itu, murid dan guru sama-sama perlu menetapkan ulang kecakapan yag meliputi pengetahauan, keterampilan dan sikap yang dikembangkan.
Dengan waktu dan intensitas tatap muka berkurang seperti sekarang, para pendidik dipaksa harus memilah dan memilih pengetahuan serta keterampilan yang dibelajarkan.Â
Untuk itu, kementerian dan lembaga pendidikan di mancanegara menyusun kurikulum edisi krisis ini, atau panduannya, guna beradaptasi dengan cara hidup baru ini.
Hal yang dikhawatirkan para pakar pendidikan yaitu terjadinya pengurangan muatan di kurikulum. Situasi darurat dianggap mewajarkan pemangkasan kurikulum.Â
Sudah barang lazim, langkah reduksi atau pengurangan bahan ajar tentu akan merugikan dan membahayakan generasi Covid-19 yang sekarang sedang menjalani masa sekolah.Â
Oleh karena itu, perlu ada sebuah pedoman untuk menentukan muatan sepeti apa yang harus tetap dibelajarkan atau diprioritaskan.Â
Penting tidaknya suatu ilmu pengetahuan tidak menjadi pegangan untuk menentukan dibelajarkan atau tidak diajarkannya karena semua keilmuan itu penting.
Namun hal yang perlu dipertimbangkan adalah daya pembangun dari muatan. Muatan tertentu disebut memiliki daya pembangun jika muatan tersebut mampu menjadi perekat sekaligus fondasi banyak muatan atau topik lain.Â