Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Usaha Menghentikan "Body Shaming"

19 November 2018   14:27 Diperbarui: 24 November 2018   17:25 1101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mencela fisik atau Body shaming seringkali berdampak secara psikologis kepada korban, merendahkan diri dan menghilangkan kepercayaan bagi para penyintas. 

Tak Cuma terjadi di dunia nyata, body shaming seringkali kita jumpai di media sosial kita hari ini, komentar-komentar miring bernada merendahkan sering menghiasi timeline kita. Media sosial memberikan kebebasan orang lain mengomentari apa pun kepada siapa pun, termasuk dalam mencela fisik. Siapa pun bisa menjadi korban dan mendapatkan celaan dari akun anonim, tak terbatas hanya untuk akun orang terkenal, orang biasa pun masih rentan terdampak.

Seringkali kalo jikalau kita bertemu dengan teman yang lama tak bersua berucap, kamu sekarang kok tambah gendut ya? Nada seperti ini masuk dalam kategori body shaming. Setidaknya ada tiga bentuk body shaming, yaitu mengkritik diri sendiri, mengkritik orang lain di hadapan orang tersebut dan mengkritik orang lain di belakang orang tersebut. Bisa berupa komentar tentang berat badan, bentuk tubuh, bentuk wajah, rambut dan warna kulit. Dampak signifikan dari body shaming, di antaranya menurunkan kepercayaan diri, kelainan pola makan hingga depresi bagi penyintas. Efek paling buruk dari depresi yang lama jika tidak ditangani adalah bunuh diri.

Laporan dari studi yang dilakukan oleh University of Pennsylvania, Philadelphia, Amerika Serikat tahun 2017 menyatakan bahwa mencela berat badan orang gemuk justru akan membuat mereka menghindari olahraga dan justru akan makan lebih banyak untuk menghindari stres karena celaan tersebut. Hal ini tentu mengakibatkan mudahnya terserang penyakit kardiovaskular. 

Mencela fisik seringkali terjadi pada perempuan. Komentar negatif muncul karena pada waktu silam perempuan dianggap sebagai kaum marjinal. Perempuan dianggap memiliki keterbatasan dan kebebasan layaknya pria, seperti bekerja. Sehingga kemudian muncul yang diandalkan perempuan adalah tubuhnya, dari sinilah pula muncul aksioma citra tubuh ideal perempuan.

Body shaming memang berdampak psikologis bagi korban, jadi hentikanlah. || Sumber gambar: Haris Fauzi Photos
Body shaming memang berdampak psikologis bagi korban, jadi hentikanlah. || Sumber gambar: Haris Fauzi Photos
Mendefinisikan bentuk ideal perempuan akan berkembang sesuai dengan zaman. Contohnya patung Venus di Austria yang menggambarkan wanita berpayudara besar, berpinggul dan berperut besar. Sedangkan pada Dinasti Sui dan Song di Cina mengambarkan perempuan yang cantik adalah mereka yang berkaki kecil, jadi bagi mereka yang berkaki mungil akan tampak semakin cantik.

Pada abad 19-an, perempuan mulai dianggap sederajat dengan pria dan muncul pula gerakan body positivity yang mencintai tubuh sebagaimana bentuk. Tetapi mencela fisik tidak lantas sirna, namun standar cantik tetap eksis dan direduksi oleh peran media.

Penerimaan tiap individu terhadap body shaming akan beragam, ada yang santai ada pula yang depresi. Penerimaan terhadap celaan berkaitan dengan profil diri masing-masing. Profil diri tidak tergariskan oleh anggapan terhadap tubuh sendiri, namun juga berkaitan dengan tingkat pendidikan dan kemampuan diri mengelola emosi. Jikalau ada individu yang dominan terhadap urusan fisik, celaan terhadap dirinya akan sangat berpengaruh. Tentu sebaliknya, jika individu tersebut yakin dengan hal apa pun, kritik fisik terhadap dirinya akan dianggap angin lalu. Makin dia nyaman dengan dirinya sendiri dan merasa dirinya kompeten, makin  tak terpengaruh oleh penilaian orang lain.

Bagi mereka yang merasa rendah diri, cobalah tengok sisi lain dari pribadinya dan lakukanlah kegiatan positif agar pikira dan rasa sakit hati dapat teralihkan. Bagi mereka yang melakukan body shaming, tidak ubahnya berkeinginan untuk mendongkrak citra diri dengan merendahkan orang lain. Sungguh naif memang tindakan seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun