Daerah Bantul, Yogyakarta, adalah kota budaya dengan sederet peninggalan yang tidak ternilai harganya. Kini salah satu budayanya dikecam dan dirusak oleh mereka yang mabuk agama.Â
Jangan biarkan tindakan tersebut, bersuaralah dan bertindak dengan rahmat. Jangan takut dengan gertakan mereka, jangan kalah oleh kelompok kecil yang akan merudak damai bangsa ini. Ini adalah awal tindakan destruktif mereka.
Jika kita tidak melawan makan akan terus berulang dan akan semakin menjadi-jadi. Tidak ada kekerasan atas nama agama. Kita sudah sekian lama hidup dalam gandeng mesra budaya moyang mereka dan tidak ada kontradiktif dengan agama yang dianut.Â
Jika saat ini mereka berani congak berdiri dan bertindak semena-mena tentu ini salah kita semua. Kita mendiamkan mereka atas ulah tindak yang merugikan selama ini.Â
Mereka ada di mana-mana dan kita terlena membiarkannya. Kita harus melawan, Indonesia bukan tempat bagi mereka konservativme agama. Dalam istilah jawa seng waras ojo ngalah.
Indonesia dalam kerangka Bhineka Tunggal Ika dan pancasila sebagai ide falsafah bangsa, konsesus bangsa ini harus kita rawat bersama, rajut indah toleransi ini.
Lawanlah mereka yang berusaha mencoba merusaknya. Jika hal ini dibiarkan tentu anak cucu kita tidak bisa melihat betapa moyang kita memiliki tradisi luhur yang pada muaranya sarat akan nilai luhur agama, toleransi, kedamaian, gotong royongdan persatuan dalam ragam perbedaan.Â
Anak cucu kita tetap bisa menghirup udara kedamaian dan kerukunan. Jangan sampai keturunan kita bernasih seperti mereka di negara yang rawan berkonflik mengatasnamakan agama. Indonesia damai dan toleran adalah buah manis budaya luhur kita bisa bersanding dengan pemaknaan agama yang kita anut.Â
Pluralitas yang benar adalah sebuah keniscayaan, jangan sampai memberi tempat mereka yang mencoba memonopoli bangsa ini. Lawanlah dengan rasio bukan dengan emosi sesaat.