Mohon tunggu...
haris ahmadmuzaki
haris ahmadmuzaki Mohon Tunggu... -

Tulisan yang ada disini adalah hasil dari proses dialektika pemikiran saya sendiri, jangan langsung percaya sebelum anda membuktikannya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

NKRI : Antara Demokrasi dan Khilafah

9 Mei 2016   16:38 Diperbarui: 11 Mei 2016   20:01 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Sedangkan khilafah jika kita lihat dari segi epistimologi adalah suatu sistem pemerintahan yang dipimpin oleh seorang khilafah yang berpegang teguh kepada Al-Quran dan Hadits. Lalu apakah benar ketika kata Demokrasi kita sejajarkan denga kata Khilafah? Apakah dalam khilafah tidak ada demokrasi? Apakah demokrasi tidak ada khilafah (perwakilan dalam arti bahasa)?

Jika kita melihat dari sudut pandang hukum dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3) perubahan ke-4 disebutkan bahwa “ Negara Indonesia adalah negara hukum” dan sampai saat ini saya belum pernah membaca pasal yang mengatakan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa hukum adalah landasan kita dalam menjalankan ekonomi, politik, pendidikan, pekerjaan dan lain sebagainya. Jadi selama sesuatu itu tidak bertentangan dengan hukum maka sah-sah saja. Begitupun juga dengan khilafah, hal itu sah selama dalam konsep dan pelaksanaan itu sesuai hukum.

Seperti kata Pram, kita harus adil sejak dalam pikiran. Kita semua tahu bahwasannya sistem demokrasi yang terjadi saat ini belum berhasil memberikan kemakmuran bagi setiap warga negaranya. Malah akhir-akhir ini semakin terjadi kemrosotan yang sangat dengan meningkatnya kesenjangan sosial, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin. Pendidikan hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang karena biaya pendidikan semakin mahal. Kita tidak menutup mata memang inilah yang terjadi ketika demokrasi kita lebih berat ke arah liberal, lebih menguntungan kaum pemodal. Maka tidak heran ketika kita lihat sekarang ini lebih banyak pemimpin itu berasal dari pebisnis yang memiliki modal besar.

Jika kita menengok keluar, dalam sejarah internasional kita mengenal dua ideologi besar yaitu kapitalis liberal dan sosialis komunis. Jika demokrasi sosialis yang kita terapkan di Indonesia rasanya juga kurang tepat dan kita tau sampai sekarang hanya beberapa negara didunia yang berhasil menerapkan ideologi sosialis komunis. Dari dua ideologi besar itulah muncul kemudian ideologi pancasila yang menjadi pandangan hidup dan cita-cita luhur bangsa Indonesia, dan juga bisa kita anggap sebagai jalan tengah dari dua ideologi besar di atas. Ideologi pancasila muncul sebagai sintesis dalam konsep dialektika dari dua ideologi besar tersebut, itulah yang seharusnya kita jalankan dan rumuskan formula yang tepat untuk tercapainya cita-cita bangsa kita (Pancasila).

Beberapa hal yang perlu kita ketahui bersama bahwasannya sejarah bangsa Indonesia adalah kerajaan, dan demokrasi itu berasal dari elitis yang mengadopsi dan banyak menimba ilmu di barat, begitu juga dengan khilafah. Arab pun negara yang kita kenal akan ke Islamannya sekarang menerapkan sistim kerajaan. Jadi apakah kita akan tetap dengan demokrasi? Khilafah? Atau kita kembali ke sistem kerajaan?. Apapun itu bentuknya selama berdasarkan pancasila, berlandaskan hukum dan untuk kesejahteraan rakyat maka itulah hal yang baik.

Tetapi daripada kita sibuk mencari mana sistem terbaik dan saling menyalahkan satu sama lain alangkah baiknya memperbaiki dan tetap menggunakan sistem yang suah ada yaitu demokrasi. Jangan terlalu larut dengan perdebatan, karena hal inilah yang menghambat perkembangan dan kecepatan laju langkah kita, laju langkah Indonesia menuju arah yang lebih baik. Karena mencegah lebih baik daripada mengobati, dalam artian kita tetap memakai sistem yang sudah ada daripada memakai sistem baru yang barangkali menimbulkan permasalahan dan konflik yang lebih besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun