Dua tahun terakhir adalah masa tersulit dalam hidupku, terhitung sejak Tuhan berkontemplasi kemudian mengutukku berkelamin wanita. Sebagai seorang wanita, aku melakoni hidup dengan wajar, seperti wanita kebanyakan, bedanya, wanita kebanyakan tidak merasakan sakit seperti yang aku alami. Bayangkan saja, kamu mencintai seseorang dan dia membalas cintamu bahkan lebih, tapi kamu tidak akan pernah bersatu dengannya. Kenapa ?. Kamu tidak bisa membayangkan sakitnya, tentu saja, karena kamu tidak pernah mengalaminya. Kenapa ?. Aku tidak mengada-ada, ini sungguh terjadi. Dan itu kisah silamku, memori yang tak ingin pergi, menunggangi bagian terdalam otakku. Ada apa ?. Untungnya, Tuhan melengkapi penciptaanku dengan chips ganda, kekuatan lebih, kekuatan untuk bertahan hidup dari musibah apapun, kecuali kematian dan keberanian untuk merobohkan manifestasi sosial yang mengakar di keluargaku.
***
“Anjani, kamu wanita terbodoh !”
“Tidak, aku wanita terkuat !”
“Tapi kamu hampir mati !”
“Tidak, aku hampir menikah !”
Entah kenapa mereka mengataiku bodoh. Menurutku merekalah yang bodoh, mereka buta. Apa mereka tidak melihat, siapa wanita berjubah hitam berlengan lebar di barisan terdepan saat upacara wisuda dua tahun lalu. Menurutku mereka iri kemudian dengan sengaja melempar ingatan mereka entah ke tong sampah mana. Jika saja aku tahu, akan kupungut, kumasukkan kembali kedalam otak mereka. Itu momen sakral, haram untuk dilupakan. Biar ku beri tahu ya, wanita pintar itu adalah aku, Anjani dengan indeks prestasi tertinggi sepanjang sejarah kampus STKIP, 3.99. Jangan bilang “wow” itu kurang menurutku.
“Syarif tidak benar-benar mencintaimu, dia mempermainkan perasaanmu saja” Wanita disamping mencoba merongrong keyakinanku. Kalimatnya mengendap dalam telingaku, berkerak, kemudian menimbulkan bau busuk untuk hidungku yang bangir.
“Apapun itu, aku bukan kamu ! kita tidak sama !” Sahutku kesal. Apapun yang terjadi denganku, mengapa Nuray selalu saja ingin ikut campur. Aku tidak butuh peran pengganti. Selama ini aku menikmati gaya pacaran backstreet. Bukankah itu sedang nge-trend dikalangan remaja masa kini?.
Seperti tahu isi hatiku, Nuray membalas “Anjani, dengarkan aku. Kamu bukan remaja lagi, kamu wanita berumur, usia kita hampir sama, apa kamu tidak iri denganku ? aku hamil, lagi”
Aku tidak menjawab, dia bertutur panjang lebar, mengelus-elus perutnya. Dia ingin membuatku iri, dan itu tidak mempan.