[1343 M]—Disuatu pagi yang buta, awan keabu-abuan menutupi wajah rembulan, bak gadis dengan selendang setengah memandang, cahayanya redup remang. Angin merambat pelan, menyapu bumi Janggala, Tribhuwanatunggadewi larut dalam selimut. Suara gemuruh datang bersahutan, derap langkah manusia pun kuda silih berganti, ringkik lelah dan nafsu menjadi satu. Disuatu pagi yang buta, 3.000 prajurit memenuhi pelabuhan Janggala. Puluhan armada tempur tak sabar menghantam gelombang, menggulingkan ombak, berjibaku dengan pusara samudra. Disuatu pagi yang buta, Mahapatih Gajah Mada didampingi Laksamana Nala dengan 3.000 prajurit menuju wilayah timur Nusantara, menaklukkan kerajaan-kerajaan yang bersikap dingin atau mencoba melepaskan diri.
“Anakku Itikiwir, tinggalkanlah hutan panji ini, belajarlah memanah di tanah Trowulan, jadilah prajurit perkasa, engkaulah satu-satunya harapanku, didalam tubuhmu mengalir darah Ki Setan Kober, buyut mu nak…” lirih seorang wanita tua renta kepada anak semata wayang. Sebelum akhirnya dewa agung merogoh ruh dari jasadnya.
“Pulanglah dengan selamat suamiku Kakanda Itikiwir, ceritakan gigih perjuanganmu pada janin ini, ia berhak tahu bahwa Ayahandanya seorang Laksamana di gugus depan.“Suara parau penuh harap menyelinap masuk kedalam telinganya. Itikiwir membalas dengan ciuman pada si janin.
Di tengah samudera buas, prajurit pilihan dengan kepandaian memanahnya berjejal dalam perut kapal gugus depan, diikuti puluhan armada lainnya. Gulungan ombak berongga mengoyak armada tempur pimpinan Laksamana Nala. Setiap armada memiliki alutsista perang laut yang paling mutakhir yakni kapal perang besar yang dilengkapi senjata ampuh pada masanya berupa "cetbang" meriam ciptaan Gajahmada, ia merupakan adidaya penguasa perairan belahan bumi Selatan. Konon kapal-kapal besar ini dibuat sendiri oleh Laksamana Nala dengan pohon Raksasa dari suatu tempat yang rahasia.
“Lapor Gusti Mahapatih, puluhan kapal musuh mendekati medan pertempuran … “Juru tinjau yang duduk pada puncak menara bendera kapal menyampaikan isyarat keberadaan musuh “ musuh membuka siasat gelar kuda berbaris sejajar Gusti.. !”tanggap sang juru pantau. Siasat Gelar –Kuda Berbaris Sejajar- adalah formasi yang bentuknya melebar, menghalang keberadaan lawan.
“Panah Cepat “ Teriak Mahapatih. Sontak juru pantau yang berada di ujung menara kapal gugus depan mengibaskan bendera dengan sandi agar kapal-kapal lainnya membentuk formasi –panah cepat-. Siasat panah cepat adalah formasi kapal perang disusun dua dan berlapis-lapis sehingga panjang membentuk panah. Dibawah terik langit yang memekik, barisan armada memanjang membentuk panah, menghantam –Kuda berbaris sejajar- dengan kecepatan penuh. Kuda berbaris sejajar dihujani dengan anak panah yang dimuntahkan dari busur prajurit majapahit.
“Supit Urang ! Gusti Mahapatih! Lawan merubah siasat!”Teriak juru pantau. Lawan dengan lincah menjepit kapal terlemah dibagian belakang siasat –panah cepat-. Beberapa armada barisan belakang hancur porak-poranda. Dengan tanggap Gusti Mahapatih membalas dengan siasat “Kalajengking !” Juru pantau mengibaskan bendera , sebuah sandi untuk merubah formasi. Armada tempur yang tersisa berbalik arah membentuk tangan kalajengking yang siap mengapit lawan dengan ekor gesit, lihai dan berbisa. Bagian tangan kalajengking menghempaskan armadanya pada kapal musuh, membombardir lawan dengan “cetbang” ,bagian belakang menyegat dengan panah dan “cetbang”, lalu meluluh lantahkan lawan dengan “cakra manggilingan”-formasi handal pertarungan laut. Luapan sorak kemenangan prajurit majapahit yang tersisa menghempas pusara samudera. Lawan menyerah pasrah, ombak berongga telah jinak.
Tersungging senyum di bibir kedua anak dewa, Mahapatih dan Nala. Sebentar kemudian, seorang prajurit menaiki menara kapal, menggantikan sang juru pantau yang terkulai tak bernyawa, masih tertinggal puluhan anak panah mencerca leher, dada dan bagian perut Itikiwir.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI