Mohon tunggu...
Hari Rachmat Wijaya
Hari Rachmat Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Guru IPA

Saya seorang Guru IPA yang sangat tertarik pada literasi, astronomi, dan politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Guru : Tantangan Mental dan Dukungan yang dibutuhkan

9 Desember 2024   14:25 Diperbarui: 9 Desember 2024   14:39 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kepergiannya, ibuku tetap dikenang sebagai seorang guru yang baik. Rekan-rekan sejawatnya masih sering menceritakan kebaikan-kebaikannya semasa hidup, bahkan tak jarang hingga berurai air mata saat mengenang kenangan bersama almarhumah. Empat tahun telah berlalu sejak ibuku, seorang guru SMP, berpulang ke rahmatullah. Ia adalah inspirasiku untuk menjadi seorang guru.

Awalnya, aku mengira profesi guru adalah hal yang mudah, karena semua kenangan tentang ibuku sebagai seorang guru begitu menyenangkan. Namun, setelah sepuluh tahun menekuni profesi ini, aku menyadari bahwa menjadi seorang guru tidaklah sesederhana yang kubayangkan. Banyak pertanyaan terkait profesi ini yang mengganjal di pikiranku, terutama setelah kepergian ibuku.

Menjadi seorang guru mungkin seperti berlari maraton, sebagaimana diungkapkan dalam buku Teach Like Finland karya Timothy D. Walker bahwa alih-alih sedang lari sprint, menjadi guru layaknya sedang lari maraton. Sekilas, ungkapan ini terdengar ringan, namun maknanya sangat mendalam sebagaimana penghayatan penulis yang juga merupakan seorang guru. Bila kita cermati ungkapan diatas yang merujuk pada kondisi guru, terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara sprint dan maraton.  

Sprint menurut Frank J. W. Dick dalam bukunya Sports Training Principles, adalah lari menggunakan tenaga maksimal dalam jarak pendek dengan waktu sesingkat mungkin. Jika guru memiliki mental seperti pelari sprint, tentu akan sulit bertahan dalam jangka waktu panjang menghadapi tugas-tugas yang terus menumpuk. Seorang guru dihadapkan pada berbagai tanggung jawab, mulai dari menyusun perangkat ajar seperti program tahunan, alur tujuan pembelajaran, hingga modul ajar. Selain itu, ada tugas tambahan yang sering kali menyita waktu, tuntutan pengembangan kompetensi melalui berbagai macam pelatihan, dan tanggung jawab utama mencerdaskan siswa sekaligus membentuk karakter mereka sesuai pedoman pemerintah.

Dapat dibayangkan, jika semua tugas ini dikerjakan dengan mental seperti pelari sprint---yang menghabiskan energi secara instan---banyak guru yang akan kelelahan di tengah jalan. Sebagian mungkin menyerah dan berhenti menjadi guru, sementara yang lain bertahan dengan kondisi mental yang rapuh, menjalani profesi ini tanpa semangat.

Mengelola Profesi Guru seperti Maraton

Sebaliknya, seorang guru membutuhkan mental dan strategi seperti pelari maraton. Dalam The Lore of Running, Tim Noakes menjelaskan bahwa marathon adalah lari jarak jauh yang menguji batas fisik dan mental pelari. Keberhasilan maraton bukan hanya soal kekuatan fisik, tetapi juga ketahanan mental dan strategi pengendalian diri. Strateginya adalah mengatur ritme pernapasan dan langkah kaki agar energi terpakai secara efisien sepanjang jarak yang jauh. Mental seorang pelari maraton harus kuat, sabar, dan disiplin. Mereka harus siap menghadapi berbagai tantangan fisik dan mental sepanjang lomba, seperti rasa sakit, kelelahan, dan cuaca yang tidak mendukung. Selain itu, kemampuan untuk tetap fokus dan termotivasi meskipun berada di tengah kerumunan pelari lain juga sangat penting. 

Apa yang dilakukan oleh pelari maraton memang tidak mudah, tapi karena mereka memiliki mental dan strategi yang sesuai, maka mereka dapat menyelesaikan perlombaan hingga garis finish. Tentu, kesesuaian mental seperti itu pula lah yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru dalam menjalani perannya sebagai pendidik. Guru yang mengelola tugas-tugasnya dengan mental dan strategi layaknya pelari maraton akan lebih mampu menjaga stamina dan semangat sepanjang perjalanan karirnya. Mereka akan bertahan sebagai guru sampai tiba masa purna baktinya dengan tetap berdaya dan bergairah.    

Dahulu Lomba maraton bukanlah sesuatu yang populer, tak banyak yang berminat untuk menjadi pelari maraton. Namun, akhir-akhir ini dengan pengkondisian yang sedemikian rupa, lomba maraton menjadi sesuatu yang digandrungi baik oleh banyak kalangan. Berdasarkan data statistik, pertumbuhan peserta lomba maraton hampir sebesar 20% di setiap tahunnya. Selain itu, bermunculan berbagai ajang lomba maraton baru dengan konsep yang menarik dan seolah-olah membentuk wajah baru lomba marathon. Tak terbayang, lomba maraton yang di masa lalu adalah sesuatu yang tidak populer dengan stigma melelahkan dan tidak mungkin diikuti oleh orang awam, berubah menjadi ajang olahraga yang merakyat dan memberikan kebanggaan tersendiri bagi para pesertanya. Padahal, maraton tetaplah maraton, kegiatan berlari yang tidak mudah, lintasan yang harus ditempuh tetap panjang, stamina, daya tahan dan mental yang prima tetap dibutuhkan untuk menyelesaikan lomba. Namun pengkondisian yang apik oleh penyelenggara dengan berbagai atribut tambahan yang menarik dan pengkondisian mental peserta yang membuat bersemangat, aman, dan nyaman, bersambut dengan animo masyarakat yang tinggi. Bila lomba maraton bisa dikondisikan sedemikian rupa sehingga pelari marathon merasakan berbagai macam hal yang positif, maka hal serupa tentu bisa pula diterapkan untuk guru dalam berbagai aktivitasnya di dunia pendidikan. 

Dalam ekosistem pendidikan, kondisi mental guru seringkali terabaikan. Dianggap sebagai seorang dewasa yang sudah mapan dalam kesehatan mental, perhatian pun hanya tertuju pada siswa. Padahal, Guru bukan manusia super yang selalu bisa menjaga kondisi mental dalam kondisi yang prima. Guru yang kelelahan secara mental tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri, tetapi juga pada siswa yang mereka didik. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kondisi mental guru, sebagian faktor berasal dari luar lingkungan kerja dan sebagian faktor lainnya berasal dari dalam lingkungan kerja dengan segala hal yang berkaitan dengan aktivitasnya sebagai seorang guru.   

Jika guru bisa bercermin pada pelari marathon, maka pengkondisian lingkungan kerja bisa bercermin pada pengkondisian lomba marathon. Lingkungan kerja yang dapat dikondisikan dengan baik oleh pihak yang memiliki kewenangan tentu akan dapat menjaga kondisi mental guru. Perhatian yang dibutuhkan oleh guru sebetulnya bukan melulu tentang rupiah, tapi lingkungan berikut sistem kerja yang berpihak pada guru adalah yang sejatinya dibutuhkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun